Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo (pojok kanan), Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Asep Kuswanto, Dirjen PPKL KLHK Sigit Reliantoro, Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia di Gedung Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Jakarta Timur, Jumat (11/8/2023). (ANTARA/Siti Nurhaliza)
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo (pojok kanan), Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Asep Kuswanto, Dirjen PPKL KLHK Sigit Reliantoro, Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia di Gedung Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Jakarta Timur, Jumat (11/8/2023). (ANTARA/Siti Nurhaliza)

Jakarta, aktual.com– Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyatakan bahwa beralih dari penggunaan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak menuju kendaraan listrik telah menjadi langkah esensial bagi penduduk Jakarta.

Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, mengungkapkan bahwa penggunaan bahan bakar minyak pada kendaraan telah berkontribusi terhadap emisi polusi yang signifikan, merusak kualitas udara dan kesehatan manusia.

“Sepertinya habis dari sini (polusi udara) kita niat mengonversi sepeda motor ke listrik ataupun membeli kendaraan listrik,” ujarnya di Jakarta pada Jumat (11/8/2023).

Pada tahun 2020, Bloomberg Philanthropics dan Vital Strategies menerbitkan laporan tentang inventarisasi emisi pencemaran udara di Jakarta.

Berdasarkan laporan tersebut, Sigit menjelaskan bahwa komposisi emisi bahan bakar di Jakarta terdiri dari batu bara sebanyak 0,42 persen, minyak sebanyak 49 persen, dan gas sebanyak 51 persen.

Lebih lanjut, Sigit menyebutkan bahwa persentase penggunaan bahan bakar menurut sektor di Jakarta adalah transportasi sebanyak 44 persen, industri energi sebanyak 31 persen, industri manufaktur sebanyak 10 persen, perumahan sebanyak 14 persen, dan sektor komersial sebanyak 1 persen.

Sigit menekankan bahwa kajian ini menempatkan sulfur dioksida sebagai penyebab utama emisi dan polusi udara di Jakarta, dengan jumlah mencapai 61,96 persen dari total emisi sebesar 4.254 ton.

Emisi sulfur dioksida ini terutama berasal dari pembangkit listrik dalam sektor industri manufaktur.

“Kalau polusi lainnya nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO), PM10, PM2,5, karbon hitam, senyawa organik volatil non-metana (NMVOC) itu sebagian besar disebabkan oleh kendaraan bermotor,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh: