Pekerja memasang tali untuk proses pemuatan kayu gelondongan dari lumbung kapal ke truk saat bongkar muat di Pelabuhan Rakyat Kalomas, Surabaya, Kawa Timur, Senin (29/6). Berdasarkan data sistem informasi legalitas kayu (SILK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa sejak berlakunya persyaratan sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) bagi eksportir produk industri kehutanan pada 1 Januari 2013 tercatat produk industri kehutanan telah diekspor ke 194 negara tujuan dan akan bertambah ke seluruh negara di Uni Eropa apabila telah disepakati perjanjian antara Indonesia dengan Uni Eropa. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/ss/kye/15

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan sejak penerapan perizinan FLEGT (Forest Law Enforcment, Goverment and Trade UE) pada 15 November 2016, Indonesia telah mengekspor produk kayu bersertifikat legal ke Uni Eropa senilai lebih dari satu miliar dolar hingga 14 November 2017.

Dirjen Pengeloaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK, Putera Parthama di Jakarta, Kamis mengatakan, pada 15 November 2015 SVLK Indonesia telah diakui oleh UE dan Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan lisensi FLEGT terhadap produk kayu yang diekspor ke UE dan secara otomatis memenuhi persyaratan legalitas UE yang ketat.

“Sejak itu, Indonesia telah mengirimkan kayu dan produk kayu legal senilai 1,05 miliar dolar AS ke 28 negara Uni Eropa,” katanya pada peringatan satu tahun skema perizinan lisensi produk kayu bersertifikat legal yang diekspor Indonesia ke UE.

Besarnya ekspor kayu dan produk hutan bersertikat legal ke UE selama 2016-2017 tersebut, lebih besar dari ekspor yang sama pada 2015-2016 atau sebelum penerapan lisensi FLEGT senilai 852,04 juta dolar AS.

Sementara itu total ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke pasar dunia pada 2016 mencapai 8 miliar dolar AS, sedangkan untuk 2017 hingga bulan Oktober telah melebihi 8 miliar dolar sehingga sampai akhir tahun diperkirakan mampu menembus angka 12 miliar dolar AS.

Selain mendongkrak angka ekspor kayu dan produk kayu, Putera Parthama menyatakan, penerapan lisensi FLEGT dinilai mampu menurunkan tingkat pembalakan liar.

Pada 2005, tingkat pembalakan liar mencapai 720 kasus kemudian meningkat menjadi 1.750 kasus pada 2006 dan 478 kasus pada 2007, sedangkan pada 2016 turun menjadi 65 kasus bahkan di 2017 hanya 16 kasus.

“Skema perizinan FLEGT adalah hasil perjanjian kemitraan sukarela atau Voluntari Partnership Agreement (VPA), dimana Indonesia dan UE telah melakukan negosiasi untuk mengatasi pembalakan liar, memperbaiki tata kelolo hutan dan mempromosikan produk kayu legal,” katanya.

Sementara itu Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menegaskan, Indonesia berkomitmen untuk memperbaiki penegakan hukum dan tata kelola hutan melalui perdagangan kayu legal dan bersertifikat yang bertanggung jawab.

Penerapan FLEGT, tambahnya, memberikan dampak positif terhadap ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke UE karena 28 negara di kawasan tersebut tidak lagi memberlakukan pemeriksaan “due deligent”.

Selain itu, juga diikuti oleh negara lain di luar UE seperti Australia yang tidak memberlakukan pemeriksaan di pelabuhan tujuan terhadap ekspor kayu dan produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK.

“Perlu komitmen semua pihak baik pemerintah, pelaku usaha, lembaga sertifikasi maupun pemangku kepentingan lainnya untuk menjaga legalitas kayu Indonesia guna meningkatkan peluang ekspor kayu legal ini,” katanya.

Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Guerend menyatakan, perizinan FLEGT dan reformasi tata kelola hutan telah memperkuat hak, meningkatkan kemakmuran dan membantu Indonesia dalam upaya mengelola hutan secara lestari dan menggunakannya untuk membatasi perubahan iklim.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara