Jakarta, Aktual.com —Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), San Afri Awang mengatakan jika hasil pulau reklamasi harus dikoordinasikan dengan kementrian agraria.
“Ketika dia jadi laut dia tanggung jawabnya KKP, ketika sudah jadi daratan gini tanggung jawabnya agraria tata ruangnya,” kata Afri, Pulau G, Jakarta, Rabu (11/4).
Hal itu kata Afri, juga berkenaan dengan perizinan bangunan di pulau tersebut. Namun sayangnya, kata Afri, para pengembang tidak melakukan hal yang demikian itu. Mereka mengangkangi aturan dengan tidak berkordinasi pada pihak Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementrian Agraria.
“(Pulau) C dan D itu tanpa melibatkan, ini (Pulau G) gak melibatkan,” jelasnya.
Ia pun mengkritik pengembang yang seolah-olah dengan membangun pulau reklamasi merasa telah memiliki daratan pulau itu. Menurutnya tidaklah demikian, ia menjelaskan kalau kewenangan masih dimiliki oleh Pemda atas lahan reklmasi tersebut.
“Agraria mengatakan kepada kami pada waktu kami diskusi, tidak otomatis (memiliki lahan) ada prosedurnya,” tuturnya.
“Sehingga (pengembang) belum apa-apa dijual ke hongkong misalnya,” sambung Afri.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad beberapa waktu lalu di Menteng, Jakarta Pusat.
Chalid mengatakan, bahwa Keppres nomor 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta menyatakan bahwa lahan reklamasi merupakan kewenangan Pemda bukan pengembang.
“Keppres itu mengatakan bahwa pulau hasil reklamasi atau lahan hasil reklamasi itu hak kelolanya ada pada pemprov DKI bukan kepada pihak swasta bukan kepada pengembang,” kata dia.
Sehingga, kalau kenyataannya saat ini lahan reklamasi malah dimiliki pengembang, hal itu menunjukan Pemda ataupun pengembang telah menyalahi aturan keppres tersebut.
“Jadi kalau kemudian praktenya itu berpindah di pengembang ini jelas-jelas menyalahai mandat dari perpres 52/95,” jelas Chalid.
Sebab itu, Afri menilai, kepemilikan lahan reklamasi yang seolah-olah otomatis menjadi milik pengembang harus diteliti lebih dalam. Jangan-jangan, kata dia, telah terjadi kecurangan dalam perjanjian kerjasama antar Pemda dan pengembang.
“Yang tricky sebetulnya, apakah benar mereka yang mereklamasi mereka juga yang memiliki tanah ini? Enggak. Yang terjadi kan tricky banget. Nah itu yang harus dilanjutkan, apakah ada MoU antara Pemda dengan pengembang sehingga dia (pengembang) seolah-olah otomatis. Itu yang banyak ditanya publik,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid