Jakarta, aktual.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan buku trilogi “Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim” untuk meningkatkan pemahaman perihal perubahan dan iklim dan menginformasikan langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasinya.

“Fenomena pemanasan global, perubahan musim dan dan bencana hidrometeorologis, boleh dikatakan banyak dikenal oleh masyarakat luas. Namun, kebijakan, langkah dan inisiatif yang telah ditempuh Indonesia, baik di tingkat lokal, nasional, dan global masih belum banyak diketahui masyarakat luas,” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya dalam sambutan yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Ruandha Agung Sugadirman di Jakarta, Senin (23/12).

Dalam sambutannya, Menteri LHK menegaskan bahwa kehadiran trilogi tersebut ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan urgensi dari perubahan iklim, selain tentu saja mengetahui mitigasi yang dilakukan sejauh ini, tapi juga menginformasikan agenda ke depan yang harus dilakukan.

Tidak hanya itu, Menteri Siti, yang juga menjadi editor utama dari trilogi buku tersebut, juga ingin adanya pemutakhiran data untuk buku tersebut yang rencananya dilakukan 2 tahun sekali.

Hal itu dilakukan, ujar dia, mengingat tingginya dinamika dan tarik-menarik kepentingan ekonomi dan politik para pihak yang kemudian berpengaruh kepada Indonesia.

“Menurut hemat saya, buku ini perlu dimutakhirkan setiap 2 tahun sekali karena setiap Parties dan Non-Parties yang terkait dengan perubahan iklim dapat segera melakukan penyesuaian dan antisipasi terhadap situasi terkini,” ujar dia dalam sambutan tersebut.

Trilogi “Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim” terdiri dari tiga volume yaitu Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim, Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca, serta Perubahan Iklim: Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim.

Sebanyak 78 penulis ikut menyumbang pemikiran mereka lewat trilogi tersebut dengan tim editor adalah Menteri Siti Nurbaya sebagai editor utama, dan tim anggota yang terdiri dari Nur Masripatin, Seoryo Adiwibowo, Yulia Sugandi, dan Thomas Reuter. (Eko Priyanto)

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin