Jakarta, aktual.com – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyampaikan hasil investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air berkode penerbangan SJY182 rute Jakarta – Pontianak, yang terjadi pada 9 Januari 2021 kepada Komisi V DPR RI.

Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan tim investigasi meyakini adanya gangguan pada sistem mekanikal pesawat Boeing 737-500 dengan registrasi PK-CLC tersebut.

“Dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) yang sudah kita unduh datanya, pada saat pesawat naik terjadi perubahan mode auto pilot yang sebelumnya menggunakan komputer, berpindah menggunakan mode kontrol panel,” kata Nurcahyo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Kamis (3/11).

Nurcahyo menjelaskan dalam operasi normal, auto-throttle akan menggerakkan kedua thrust lever mundur untuk mengurangi tenaga mesin. Namun yang terjadi dengan pesawat pabrikan Amerika Serikat tersebut auto-throttle tidak dapat menggerakkan thrust lever kanan.

KNKT, lanjutnya, telah memeriksa sebanyak tujuh komponen sehingga dipastikan terdapat gangguan mekanikal pada pesawat tersebut, bukan pada sistem komputer.

“Karena padatnya penerbangan hari itu dan kebetulan ada pesawat dengan tujuan yang sama, penerbangan SJY182 diminta Air Traffic Controller (ATC) untuk berhenti di ketinggian 11.000 kaki,” ujarnya.

Lebih lanjut Nurcahyo mengungkapkan menjelang ketinggian 11.000 kaki tenaga mesin semakin berkurang lantaran thrust lever kanan tidak bergerak, yang menyebabkan perbedaan tenaga mesin sebelah kiri dan kanan semakin besar, atau disebut sebagai asimetri.

Ia mengatakan asimetri menimbulkan perbedaan tenaga mesin yang menghasilkan gaya yang membelokkan pesawat ke kiri. Gaya ke kiri menjadi lebih besar dari gaya yang membelokkan ke kanan oleh aileron dan flight spoiler sehingga pesawat berbelok ke kiri.

Adapun keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) untuk memutus auto-throttle pada saat asimetri karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah berakibat pada asimetri yang semakin besar.

“Kurangnya monitoring pada instrumen dan posisi kemudi yang miring mungkin telah menimbulkan asumsi bahwa pesawat miring sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai. Pemulihan ini tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan tepat waktu,” katanya.

Ia menambahkan proses investigasi dipimpin oleh KNKT dan dilaksanakan sesuai ketentuan Internasional Civil Aviation Organization (ICAO), dengan melibatkan negara pembuat pesawat yakni Boeing asal Amerika Serikat, Transport Safety Investigation Bureau Singapura, Air Accident Investigation Branch Inggris, hingga pabrik mesin General Electric.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Rizky Zulkarnain