Aktivis Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Muhammad Heychael.

Jakarta, aktual.com – Di era digital seperti dewasa ini teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau ‘Information and Communication Technologies (ICT) memegang peranan yang sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Apalagi dunia saat ini memasuki revolusi 4.0.

Berbicara tentang TIK tentu tidak lepas dari keberadaan satelit, tanpa satelit akan mustahil hal itu semua terjadi. Apalagi dengan tipikal negara seperti Indonesia yang memiliki belasan ribu pulau dan terpisah dengan lautan dan jarak yang sedemikian jauh.

Satelit domestik bisa meringkas jarak komunikasi antar tempat di Indonesia yang amat luas wilayahnya. Menjelang kemerdekaan, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberadaan Satelit Palapa, wahana pertama penyambung komunikasi di nusantara.

“Satelit Palapa sangat penting. Tanpa Palapa, kita nggak akan punya penyiaran yang jangkauannya nasional,” kata aktivis Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Muhammad Heychael, melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat (2/8).

Semangat dari sumpah Palapa inilah yang diambil oleh Presiden Soeharto ketika pada 8 Juli 1976 Indonesia meluncurkan Satelit Palapa A1. Satelit tersebut diluncurkan dari Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral, Amerika Serikat, dan dilepas di atas Samudera Hindia pada 83 derajat Bujur Timur.

Bagi Indonesia, satelit Palapa punya arti penting. Inilah satelit pertama yang dimiliki oleh Indonesia dan menjadi kebanggan pemerintah saat itu.

Satelit Palapa

Indonesia adalah negara ketiga di dunia yang punya satelit, setelah Kanada dan Amerika Serikat. Kehadiran satelit Palapa ikut menaikkan harga diri bangsa Indonesa di mata dunia Internasional.

“Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan secara teknologi komunikasi untuk urusan domestik. Satelit Palapa berhasil mendekatkan jarak antar wilayah, antar pulau, dengan berbasis komunikasi,” ujarnya.

Bagi Presiden RI ke-2 HM Soeharto, peluncuran satelit Palapa juga menjadi tonggak penting di era pembangunan nasional yang dia gerakkan. Ini menunjukkan keberhasilan perekonomian Indonesia kala itu.

“Dengan satelit, apa yang terjadi di wilayah Papua, saat itu pula bisa diakses oleh mereka yang tinggal di Jakarta dan kota-kota lainnya,”tambahnya.

Dengan dekatnya “jarak” tersebut, maka setiap ada persoalan, akan bisa secepatnya bisa diambil langkah-langkah penyelesaiannya, tidak perlu menunggu berjam-jam, berhari-hari untuk mendapatkan informasinya yang valid.

Bahkan, kata Heychael, rencana dan target jangka panjang Pak Harto saat itu sangat jelas dan terukur. Yaitu membangun platform yang bisa menyampaikan pesan pembangunan secara nasional.

“Kalau kita mengacu pada Philip Kitley dalam bukunya ‘Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca, itulah peran TVRI. Ia bertugas mengalih formatkan pendidikan moral pancasila Orde Baru ke dalam bentuk penyiaran,” katanya.

Kehadiran satelit Palapa telah membantu TVRI bisa mengudara dan menjangkau pemirsanya dari Sabang sampai Merauke. Bukan hanya TVRI yang diuntungkan, pascadiluncurkannya satelit Palapa, televisi-televisi swasta pun bermunculan.

Dimotori oleh RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, dan televisi-televisi swasta lainnya. Bagi rakyat Indonesia, hadirya televisi-televisi swasta memberikan banyak pilihan dan alternative; begitu pula dengan jaringan radio, tidak hanya RRI, tapi juga radio-radio swasta sudah bisa menjangkau jaringan ke banyak kota dalam satu naungan.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin