Banda Aceh, Aktual.com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta Pemerintah Provinsi Aceh untuk lebih memperhatikan kondisi nelayan tradisional setempat terutama dengan memberikan solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi nelayan saat bekerja.
Ketua KNTI Aceh Azwar Anas di Banda Aceh, Ahad, mengatakan revisi Qanun Aceh Nomor 7 tahun 2010 tentang perikanan belum mendesak sehingga dapat ditunda. Namun hal yang mendesak saat ini ialah persoalan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan muara dangkal dan
“Pemerintah Aceh memfokuskan saja dalam mencari solusi terhadap permasalahan yang setiap tahun menimpa nelayan kecil atau nelayan tradisional yaitu BBM subsidi, muara dangkal dan persoalan lainnya,” kata Azwar Anas.
Ia menjelaskan Qanun Aceh tentang perikanan tersebut sudah disusun dengan sangat baik. Hanya selama ini belum diimplementasikan dengan baik oleh pemerintah daerah di lapangan.
Buktinya, kata dia, masih banyak persoalan yang terjadi di tengah masyarakat nelayan di seluruh Aceh. KNTI Aceh banyak menerima laporan dari nelayan tradisional Aceh seperti keluhan anggota KNTI Aceh Besar di Lhoknga, Krueng Raya, Peukan Bada, bahwa mereka sangat sulit mendapatkan BBM subsidi.
“Dikarenakan syahbadar mengharuskan nelayan membuat surat pas kecil, tetapi tidak didukung dengan gerainya untuk membuatkan pas kecil,” katanya.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah menunda revisi qanun itu dan fokus mencari solusi permasalahan di tengah nelayan seperti yang telah diatur dalam qanun perikanan dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang pemberdayaan dan perlindungan nelayan, budidaya ikan dan petambak garam.
KNTI Aceh juga meminta Pemerintah Provinsi Aceh betul-betul memperhatikan nelayan kecil dan mencari solusi permasalahan yang dihadapi.
“Nelayan tradisional selama ini sangat berharap agar menunda dulu revisi Qanun Aceh Nomor 7 tahun 2010 ini karena belum ada hal yang sangat urgen untuk direvisi,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Dede Eka Nurdiansyah