Jakarta, Aktual.com — Kontroversi proyek reklamasi dan ‘Giant Sea Wall’ hingga kini belum selesai. Meski mendapat penolakan, namun beberapa kalangan beranggapan proyek tersebut menjawab permasalahan banjir Jakarta kedepannya.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik menilai argumentasi yang demikian tidaklah tepat. Pasalnya, persoalan utama banjir di Jakarta bukanlah datang dari tingginya muka air laut, melainkan turunnya permukaan tanah di Jakarta.

“Banjir di Jakarta lebih disebabkan pada penurunan tanah daripada kenaikan muka air laut,” ucapnya usai acara konferensi pers Moratorium Reklamasi: Mendesak Sikap dan Tindakan Nyata Pemerintah, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/5).

Tak sekedar pemikiran kosong, Riza menyampaikan bahwa telah banyak analisis mengenai banjir Jakarta yang disebabkan turunnya tanah Jakarta secara drastis.

“Bilamana penurunan tanah sekarang terus terjadi maka di tahun 2100 perluasan genangan (banjir) mencapai 32000 hektar di Jakarta sendiri,” jelasnya.

“Sedangkan akibat dari kenaikan muka air laut itu sendiri diperkirakan di tahun 2100 hanya sekitar 1000 hektar,” sambung dia.

Dari perbandingan itu, pemerintah harus arif dalam menerapkan sebuah kebijakan. Dimana, proyek giant sea wall hanya sebuah proyek ambisius pemerintah yang tidak akan mampu mengatasi persoalan utama Jakarta yaitu banjir.

Sebab itu, ia memberikan dua solusi kepada pemerintah dalam mengatasi banjir, tentunya dengan cara yang bersahabat dengan lingkungan. Pertama, pemerintah bisa mengurangi beban bangunan yang ada di DKI sendiri.

“Kedua, mengurangi pengambilan air tanah. Karena pengambilan air tanah yang secara serampangan telah berdampak terhadap penurunan tanah,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh: