Jakarta, Aktual.com — Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berkeyakinan tidak akan ada pembangunan 17 pulau buatan di teluk ibukota, apabila proses penyusunan kedua alas hukumnya, Raperda RZWP3K dan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dilakukan dengan benar.
Kata Wakil Ketua Bidang Hukum dan Perlindungan Nelayan KNTI Marthin Hadiwinata, proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang benar itu seperti adanya partisipasi seluruh pihak terkait, sesuai fakta di lapangan, dan tanpa ada manipulasi data.
“Tapi, kami diundang konsultasi publik yang prosesnya ternyata sudah ‘jadi’, karena merupakan inisiatif dari pemprov,” ujarnya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (22/5).
Tidak pernah diinformasikannya secara menyeluruh tentang reklamasi kepada masyarakat terdampak, baik nelayan maupun warga pesisir, menunjukkan bahwasanya dua raperda tersebut bertujuan memuluskan megaproyek bernilai fantastis itu, meski banyak aturan yang ditabrak.
Misalnya, perizinan yang dikeluarkan kepada sejumlah pengembang sebelum kedua raperda tersebut dikeluarkan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan mandat UU No. 27/2007 sebagaimana diubah melalui UU No. 1/2014.
Marthin pun mengkritisi sikap Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI yang membahas kedua raperda inisiatif pemprov ini, sebelum seluruh izin yang telah dikeluarkan dicabut dahulu.
“Apalagi, sudah banyak penolakan-penolakan terhadap reklamasi. Tidak hanya kami dari nelayan, tapi dari aktivis lingkungan,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan