Ilustrasi

Jakarta, Aktual.Com- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebut ada sejumlah pendapat yang dilontarkan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menilai adanya cacat substansi dan prosudural atas izin pelaksanaan reklamasi di Pulau F,I dan K.
Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI Martin Hadiwinata menyebutkan jika majelis hakim menilai bahwa dalam mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi yang diterbitkan secara diam-diam oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dibawah kepemimpinan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
“Ijin reklamasi diterbitkan secara diam-diam oleh tergugat, yang keberadaan baru diketahui para penggugat sejak tanggal 10 Desember 2015 padahal sudah ditandatangani sejak Oktober dan November 2015,” kata Martin, di Jakarta, Jumat (17/3).
Selain itu, sambung Matin, majelis juga menilai bahwa reklamasi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar terhadap ekosistem teluk Jakarta. Sehingga, berakibat rusaknya pola arus lau dan jaringan sosial ekonomi dari nelayan tradisional yang ada di pesisir Jakarta.

“Gubernur (Ahok) tidak mendasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait erat dengan UU Pesisir dan UU Kelautan,” sebut dia.
Tidak hanya itu, Martin juga menjelaskan pendapat hakim sebelum memutuskan gugatan pemohon yang tergabung dalam kolisi selamatkan teluk Jakarta (KSTJ) bahwa tidak ada proses konsultasi kepada publik dengan benar dalam penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal).

“Sehingga gubernur melanggar Pasal 30 UU No 32 Tahun 2009 lingkungan hidup yang mengatur partisipasi dalam kebijakan lingkungan. Dan izin lingkungan cacat prosedural karena diterbitkan diam-diam dan tidak ada melakukan pengumuman kepada masyarakat,”papar dia.
Sedangkan itu, majelis juga melihat adanya cacat subtansi dimana reklamasi tidak ditunjukan untuk kepentingan umum sehingga tidak dapat dilanjutkan dan tidak ada dampak apapun secara luas bila dihentikan.

“Harus diterapkan prinsip kehati-hatian pada objek TUN (tata usaha negara) dimana terjadi ketidakpastian secara ilmiah maka haruslah berpihak kepada perlindungan lingkungan hidup,” tandasnya.
Salam

Pewarta : Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs