Penambang minyak tradisional memindahkan minyak ke dalam wadah sebelum diangkut ke pusat pengumpul produksi Menggung Cepu di Penambangan Minyak Rakyat, Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (23/7). Tambang rakyat tersebut tengah dikembangkan menjadi objek wisata migas petroleum geoheritage Wonocolo dengan harapan masyarakat mengetahui sejarah pengelolaan migas di Indonesia. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Koalisi Anti Mafia Sumberdaya Alam (SDA) mengapresiasi atas upaya pemblokiran terhadap seluruh Badan Usaha Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih berstatus Non Clean and Clear (CnC) dan mempunyai tunggakan kewajiban ke negara, baik yang berstatus CnC maupun Non CnC.

Namun demikian, Koalisi Anti Mafia SDA mengingatkan bahwa pemblokiran badan usaha IUP bermasalah dan SK-nya berakhir bukan merupakan akhir dari pelaksanaan Korsup Minerba.

Pemblokiran badan usaha ini harus dijadikan sebagai salah satu bagian dan tahapan sementara, khususnya dalam aspek penataan IUP. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah pada akhirnya harus tetap mencabut IUP-IUP yang bermasalah tersebut, tanpa menghilangkan kewajiban perusahaan yang belum dilaksanakan.

“Menganggap upaya pemblokiran badan usaha IUP bermasalah sebagai akhir dari pelaksanaan Korsup Minerba hanya akan berpotensi menjadikan Korsup Minerba sebagai alat legalisasi kejahatan pertambangan. Padahal, masih banyak temuan dan rekomendasi dari Korsup Minerba yang belum dituntaskan,” kata anggota Anti Mafia SDA dari PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho Kamis (7/12).

Temuan yang belum dituntaskan tersebut di antaranya penyelesaian 325 IUP seluas 793.523,07 Ha yang masuk hutan konservasi dan 1.349 IUP seluas 3.711.881,07 Ha yang masuk hutan lindung; penyelesaian piutang PNBP sebesar Rp 4,3 Triliun baik dari KK, PKP2B maupun IUP; sejumlah perusahaan KK & PKP2B serta ribuan IUP yang terindikasi belum/tidak membayar jaminan reklamasi dan pascatambang. (ESDM, 2017)

Kerenanya Koalisi Anti Mafia SDA mendesak pemerintah untuk melihat secara utuh persoalan pertambangan sebagai bentuk penguasaan dan alokasi ruang tambang yang terlalu besar.

“Luasan daratan kepulauan Indonesia 44 persennya telah dikapling pertambangan mineral, batubara dan wilayah kerja Migas. Sehingga, upaya penertiban IUP ini harus dilihat sebagai bentuk perlindungan bagi ruang hidup masyarakat Indonesia. Kebijakan pemblokiran IUP bermasalah harus diikuti oleh Moratorium Izin Pertambangan Baru untuk mengerem laju kerusakan lingkungan hidup dan konflik ditingkat masyarakat,” pungkas dia.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta