Jakarta, Aktual.com – Beberapa waktu belakangan, terdapat sejumlah isu yang justru menjadi bumerang bagi pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Isu tersebut adalah Perda syariah dan Paket Kebijakan Ekonomi (PEK) XVI.

Penolakan Perda Syariah yang pertama kali dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie pada acara peringatan HUT partainya yang ke-4 di Tangerang Selatan, Banten, 11 November lalu.

Sialnya, ucapan Grace justru memancing di air keruh. Tak hanya dari kubu lawan, kritik pun datang dari rekan sesama pendukung Jokowi-Ma’ruf.

Kritik pertama datang dari Wakil Ketua Umum PPP, Arwani Thomafi, yang menyebut Grace minim pengetahuan akan sejarah hukum di Indonesia.

“PSI ahistoris dalam melihat sejarah berdirinya NKRI melalui rapat BPUPKI, PPKI, serta dinamika politik saat kemerdekaan,” kata Arwani Arwani menegaskan PPP selama ini menjadi partai yang memperjuangkan syariah secara konstitusional.

Ia menjelaskan, para pendiri bangsa sudah sepakat bahwa norma keagamaan dapat diadopsi dalam segala aturan di bawah Undang-undang Dasar (UUD) 1945. UU Perkawinan adalah salah contohnya.

Sikap Arwani setali tiga uang dengan Partai Nasdem yang menyebut setiap Perda dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah, termasuk jika daerah tersebut memandang hukum yang berbasis agama sebagai kebutuhan.

“Semua perda dibuat untuk kepentingan keunikan daerahnya. Perda itu dibuat untuk merespon kebutuhan daerah tersebut,” katanya Ketua DPP Partai Nasdem, Teuku Taufqulhadi kepada wartawan, Selasa (20/11).

Ia mencontohkan Perda tentang guru ngaji yang dibuat lantaran banyakanya jumlah guru ngaji di suatu daerah yang kehadirannya sangat bermanfaat untuk masyarakat.

“Apakah itu perda agama atau bukan? Kalau saya lihat itu masih berkaitan dengan agama, dan itu tidak masalah,” ucapnya.

Sementara itu, PDIP secara terang-terangan mendukung pernyataan Grace. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai, semua peraturan di daerah harus bersumber pada hukum konstitusi.

“Buat kami memang tidak ada namanya perda syariah yang ada peraturan daerah kabupaten mana, peraturan daerah kota mana, peraturan daerah provinsi mana yang ada ya seperti itu. Semua harus diturunkan dari hukum konstitusi kita,” kata Hasto di Jakarta, Senin (19/11).

 

Kebijakan Paket Ekonomi XVI

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan