Dalam aksinya Indonesia Bergerak dengan melakukan cap jempol darah sebagai bentuk perlawanan terhadap rezim kepimpinan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang telah melukai banyak warga Jakarta dan aksi ini juga sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Jakarta yang sudah menjadi korban keganasan Ahok selama menjabat Gubenur DKI Jakarta.

Jakarta, Aktual.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mencatat adanya pelanggaran demi pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan pihak pengembang dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

Baik pelanggaran lingkungan, pelanggaran tata ruang, pelanggaran UU Perikanan hingga masalah administrasi. Karenanya Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta akan terus melakukan perlawanan terhadap Ahok dan pengembang reklamasi.

“Kami bersama rekan-rekan mahasiswa, nelayan, masih akan tetap melawan reklamasi Teluk Jakarta melalui saluran yang tersedia,” kata pengacara Lembaga Bantuan Hukum, Tigor Hutapea, dalam jumpa pers di Kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (21/10).

Martin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dalam kesempatan yang sama mengingatkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menemukan adanya pelanggaran UU Perikanan dalam proyek reklamasi.

Pelanggaran tersebut berujung pada kerugian ekonomi nelayan dan masyarakat di Teluk Jakarta. Dalam hitungan Koalisi, kerugian meliputi hilangnya wilayah perairan yang menjadi sumber penghidupan nelayan hingga Rp 137 miliar.

“Hilangnya wilayah perairan yang menjadi sumber penghidupan nelayan sebesar Rp 27 juta per tahun per hektar, dan hitungan kasar ada 5.100 hektar yang dijadikan reklamasi. Itu sama saja menghilangkan Rp 137 miliar per tahun,” kata Martin.

Kemudian hilangnya wilayah perikanan budidaya kerang hijau yang dinilai sebesar 85 juta per hektar per tahun. Jika dikalikan dengan 5.100 hektar yang di reklamasi mencapai sekitar Rp 436 miliar. Begitu juga areal tambak akibat proyek reklamasi yang mengalami kerugian hingga Rp 28 juta per tahun dikalikan 5.100 hektar menjadi sekitar Rp 142 miliar.

Terakhir, lanjut dia, kerugian akibat kerusakan ekosistem mangrove perbulan mencapai Rp 28 miliar per bulan. Kerugian-kerugian tersebut nyata secara ekonomis dan merupakan dampak dari perbuatan yang sudah memenuhi unsur pidana dan pencemaran sumber daya ikan di Teluk Jakarta.

Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby