Jakarta, Aktual.com – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat, NGO, Mahasiswa, akademisi, dan cendikiawan menegaskan IUPK Sementara yang ingin diterbitkan oleh Kementerian ESDM adalah bentuk kebijakan yang cacat secara hukum.

Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil, Ahmad Redi menjelaskan; dalam UU Minerba No 4 tahun 2009 tidak dikenal dengan IUPK Sementara

“Rencana pemberian IUPK sementara kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan cacat hukum. Dalam UU Minerba tidak dikenal pemberian IUPK Sementara. Tidak hanya IUPK Sementera, pemberian IUPK tanpa melalui proses kewilayahan pengusahaan pertambangan yaitu dimulai dari WPN, WIUPK, baru IUPK juga melanggar,” katanya secara tertulis, Selasa (31/1).

Kemudian tegas Redi, pemerintah juga tidak bisa beralibi sebagai diskresi, karena UU No 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintah, melarang pemberian diskresi apabila bertentangan dengan UU.

“Diskresi harus dilakukan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Jelas pemberian IUPK Sementara kepada PTFI bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan dan tidak dilakukan sesuai AAUPB khususnya prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif dan integritas,” ujarnya.

Dari kebijakan tersebut, Redi melihat langkah yang ditempuh pemerintah hanya sebagai legitimasi untuk memuluskan kepentingan Freeport, meskipun resiko yang dihadapi harus menabrak UU.

Sebelumnya Menteri ESDM, Ignasius Jonan menyampaikan akan menerbitkan kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berbentuk Sementara untuk Freeport atas peralihan dari jenis Kontrak Karya (KK).

Kebijakan ini ditempuh untuk memberikan rekomendasi ekspor produksi karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 bahwa hanya IUPK yang diperboleh melakukan ekspor.

Sementara proses peralihan status perjanjian KK menjadi IUPK akan memakan waktu yang lama. Untuk itu, Penerbitan IUPK Sementara dipandang langkah tepat untuk kelancaran produksi.

“Freeport sudah memasukkan permohonan untuk mengubah dari KK jadi IUPK. Ini kita proses mungkin satu dua hari IUPK Sementaranya juga terbit ya. Karena kalau proses yang permanen itu memang makan waktu. Kan enggak bisa kalau proses IUPK nya itu makan waktu tiga bulan atau enam bulan terus enggak ekspor sama sekali,” kata Jonan di Gedung DPR Senayan Jakarta, Senin (30/1).

Jika ekspor terhenti tambah Jonan “pasti akan mengganggu perekonomian di daerah itu dan juga menciptakan pengangguran yang besar,” tutupnya.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan