Quito, Aktual.com – Kolonel Porfirio Cedeno yang merupakan komandan unit operasi khusus angkatan udara yang bertugas membasmi sindikat kartel narkoba di Ekuador tewas dibunuh secara mengenaskan. Ia dibunuh di dalam mobil yang ditumpanginya setelah sekitar 20 peluru menghujani mobil tersebut.
Dilansir dari CBS News dan France 24, Cedeno dibunuh di Kota Guayaquil, sedangkan pengemudi mobil yang ditumpangi korban terluka tembakan pada kaki. Menurut pejabat polisi Santiago Tuston, saat kejadian Cedeno melakukan perjalanan pada Jumat (14/2) dari Kota Guayaquil ke Kota Manta untuk menghadiri sebuah upacara militer yang berjarak sekitar tiga jam perjalanan.
Namun di tengah perjalanan, mobil Ford jenis van yang ditumpangi Cedemo mendadak mogok. Saat itulah sekelompok anggota sindikat geng narkoba yang diduga sudah membuntutinya melepaskan rentetan tembakan dari senjata otomatis ke arah mobil Cedeno. Kolonel Cedeno ditemukan tewas dengan belasan peluru bersarang ditubuhnya.
Polisi yang mendapat laporan langsung mendatangi lokasi kejadian yang menemukan jendela mobil sudah dalam kondisi kaca jendela pecah, dan badan mobil dipenuhi lubang peluru. Dari hasil penyelidikan polisi, ditemukan 20 selongsong peluru di lokasi kejadian. Polisi meyakini kalau para pelaku penembakan juga melancarkan aksinya menggunakan mobil.
Begitu kejadian, pihak militer Ekuador langsung membuka sayembara yang berhadiah sejumlah besar uang siapapun yang berhasil meringkus pelaku. Sedangkan Menteri Pertahanan Ekuador Gian Carlo Loffredo mengatakan pembalasan atas pembunuhan Cedeno adalah perang terhadap seluruh geng kartel narkoba di seluruh Ekuador.
”Ada di tangan kita untuk mengubah tindakan pengecut ini menjadi akhir dari era teror dan orang-orang menyedihkan yang memimpinnya,” kata Loffredo.
Sedangkan mantan Presiden Ekuador Rafael Correa dalam sebuah pesan di media sosial memberi penghormatan kepada sahabat karibnya Cedeno, yang pernah bertugas sebagai anggota tim keamanannya.
Untuk diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, Ekuador berada dalam konflik dengan sekitar 20 kartel narkoba, yang juga terlibat dalam perdagangan manusia, prostitusi, penculikan, dan pemerasan, termasuk menebar teror di negara berpenduduk 18 juta jiwa itu. Ekuador sendiri terjepit di antara produsen kokain terbesar dunia, Peru dan Kolombia.
Pada bulan Januari 2024, Presiden Daniel Noboa mengumumkan kondisi darurat diberlakukan termasuk perintah pemberantasan geng narkoba tersebut. Langkah itu diambil setelah orang-orang bersenjata menyerbu dan melepaskan tembakan di sebuah studio TV, dan para kriminal mengancam akan mengeksekusi warga sipil dan pasukan keamanan secara acak. Seorang jaksa yang menyelidiki penyerangan itu kemudian ditembak mati .
(Indra Bonaparte)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















