Mantan Menko Rizal Ramli bersama Professor of Anthropology and Director of The Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA) at Boston University Robert W. Hefner, Pakar Ekonomi Islam dari Mesir dan Prof. Dr. Moustafa Desouki Kesba, Professor Coventry University Mike Hardy, Guru besar ilmu ekonomi sekaligus peneliti senior INDEF Didik J Rachbini saat menjadi pembicara di acara The World Peace Forum (EPF) ke-7 di Jakarta, Rabu (14/8/2018). Forum perdamaian yang mengambil tema "Jalan Tengah" sebagai solusi menciptakan kedamaian dunia ini dihadiri oleh 100 tokoh hadirkan berbagai kalangan, agamawan, intelektual penentu kebijakan, 150 tokoh Indonesia yang diadakan dari 14 hingga 16 Agustus 2018. The World Peace Forum 2018 akan mengusung tema "The Middle Path for The New World Civilization". Tema ini dianggap menjadi solusi atas konflik horizontal yang muncul di berbagai belahan dunia. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior Rizal Ramli akhirnya angkat bicara mengenai kemerosotan rupiah. Pada hari ini, Selasa (4/9), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jatuh di level Rp 14. 920 per dolar As.

RR, sapaannya, menyatakan bahwa kondisi ekonomi RI semakin hari kian memprihatinkan, terlebih tim ekonomi pemerintah menurutnya tak mampu membendung tekanan dolar terhadap rupiah.

“Defisit Current Acount (Defisit Transaksi Berjalan) semakin lama terlihat negatif dan sudah kami sampaikan di media, tapi ini menteri-menteri Jokowi sibuk bantah, dibilanglah ekonomi kita fundamentalnya kuat. Kuat darimana, semua indikatornya negatif, harusnya positif dong?,” ujarnya dalam sesi wawancara di KompasTV, Selasa (4/9).

Rizal juga menyindir sikap Menkeu Sri Mulyani yang kerap menyatakan mengelola ekonomi dengan hati-hati atau prudent.

Menurutnya, andaikan pernyataan Sri Mulyani betul adanya, harusnya terdapat defisit transaksi berjalan yang positif, bukan malah negatif.

“Oleh karena itu, kita harus betul-betul teliti menghadapi ini,” ungkapnya.

Namun saat ditanya apakah kondisi saat ini mengkhawatirkan karena banyak yang menilai bisa saja terjadi seperti krisisi pada tahun 1998 lalu, Rizal mengungkapkan kondisi saat ini perlu dikhawatirkan.

“Bisa terjadi hal yang sama, tapi jangan lupa, tahun 98 Indonesia punya bantalan, artinya saat itu Indonesia memiliki tabungan, exportir Neto minyak bumi sebanyak 1,3 juta barel per hari. Masih banyak memiliki kapasitas lebih dari komoditi sawit, cokelat, karet, dan sebagainya. Hari ini kondisinya beda kita sudah tidak punya tabungan lagi,” tegasnya.

Mantan anggta tim panel penasihat ekonomi PBB ini meminta agar pemerintah tak lagi menyatakan kondisi ekonomi Indonesia masih baik-baik saja, sebagaimana yang dikatakan oleh sejumlah pejabat pada belakangan ini.

RR pun menghimbau masyarakat untuk fokus pada angka ketimbang kata-kata manis pemerintah. Menurutnya, semua analis keuangan atau ahli keuangan tetap berpegang pada angka statistik, bukan pada kata-kata belaka.

Ia bahkan menyebut jika kondisi nilai tukar rupiah nyaris Rp 15.000 per dolar AS masih pada tahap pembukaan saja.

“Ini baru awal, permulaan, karena apa, tidak mampu dan tak memiliki terobosan di sektor riil,” tegas RR.

Dari sejumlah pejabat sekelas Menteri, yang efektif menurut RR hanyalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo lantaran telah berupaya mendahului kurs dengan menaikkan tingkat bunga.

Sementara untuk sektor riil, semua menteri justru sangat jor-joran dalam membuka keran impor.

“Saya sudah bilang sama pak Jokowi, pak tolong dong itu pak Surya Paloh ngapain sih impor-impor terus. Ini mohon maaf ya, jangan main impor saja,”

“Memang kita perlu impor, tapi inikan dilebihin 2 juta ton gula, 1,5 juta ton garam, beras, ada juga yang main disini. Terus ngomong soal perdagangan, sudahlah kita bicara angka, jangan kata-kata terus,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan