Jakarta, aktual.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengawasi kampanye dan mencegah penyebaran konten yang melanggar hukum di media sosial menjelang Pemilu 2024.
“Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Bawaslu membentuk satgas untuk mengawasi jalannya kampanye di media sosial,” ujar Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Satgas ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian kerja sama antara Kemenkominfo dan Bawaslu. Tujuan dari satgas ini adalah untuk mencegah, mengawasi, dan menindak konten negatif di internet yang melanggar perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 Tahun 2023, peserta pemilu diizinkan untuk melakukan kampanye melalui dua puluh akun paling banyak untuk setiap jenis platform yang harus didaftarkan kepada KPU terlebih dahulu.
Usman menyebutkan bahwa tiga platform, yaitu grup META, Twitter, dan Google, telah menunjukkan komitmen untuk mendukung pemilu cerdas di Indonesia. Dengan adanya dukungan ini, satgas yang ditunjuk dapat berkoordinasi langsung dengan perwakilan ketiga platform jika menemukan pelanggaran pemilu di media sosial.
Sementara itu, Puadi selaku Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjelaskan bahwa Bawaslu akan menelaah berbagai konten yang diduga melanggar aturan dalam proses penindakan kampanye di ruang digital. Jika terbukti melanggar, Bawaslu akan merekomendasikan kepada Kemenkominfo untuk menurunkan konten atau menutup akun dari platform yang bersangkutan.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda T Muchtar, menilai pentingnya regulasi dan sanksi terhadap kampanye politik di media sosial, terutama setelah mengambil pelajaran dari pemilu 2019. Menurutnya, ketika pengaturan tidak dilakukan secara rinci, dampaknya bisa menciptakan konflik, politisasi identitas, dan polarisasi.
Dinda juga menambahkan bahwa selain mengawasi media sosial, penyelenggara pemilu dapat memanfaatkan platform tersebut untuk menyebarkan konten positif terkait pendidikan politik dan tahapan pemilu. Ini akan membantu menjangkau generasi muda yang gemar menggunakan media sosial dan meningkatkan literasi pemilu serta pemahaman tentang politik.
Artikel ini ditulis oleh: