Jakarta, Aktual.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memaparkan poin penting di dalam revisi kedua Undang-undang ITE, yakni pengecualian pada pasal karet serta perlindungan anak di ruang digital.

“Kalau sebelumnya kan tidak diatur ya, pengecualian, orang dilarang menghina mencemarkan nama baik menurunkan martabat orang, tapi ini ada pasal pengecualian itu boleh,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo Usman Kansong di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (4/12).

“Kalau itu untuk kepentingan publik, itu boleh. Kalau itu untuk kepentingan pembelaan diri dan bisa menunjukkan, maka itu tidak akan terkena undang-undang ITE ini. Itu di pasal 27 diatur,” tambahnya.

Pasal 27 pada UU ITE mengatur tentang distribusi atau produksi informasi atau dokumen di ruang digital. Pasal itu melarang informasi yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan pencemaran nama baik, serta pengancaman.

Menurut Usman, beberapa kasus di masyarakat menunjukkan perbedaan penafsiran pada pasal ini. Ia mencontohkan bagaimana kasus Baiq Nuril pada 2018 membuat guru honorer tersebut menjadi tersangka.

“Mestinya orang yang mestinya melaporkan kasus penghinaan, tapi dia justru menjadi tersangka. Ingat kasus Baiq Nuril ya, dia kan melaporkan ada kepala sekolah yang menelepon dia dan menceritakan sesuatu yang dianggap melecehkan secara seksual dia melaporkan, tapi dia malah jadi tersangka,” terang Usman.

Selain pengecualian pada pasal 27, Usman menyebut adanya penambahan aturan terkait perlindungan anak di ruang digital pada revisi kedua UU ITE ini. Aturan terkait perlindungan anak di ruang digital ini sebelumnya tidak di masukan di UU ITE.

“Kedua, ada pasal tentang perlindungan anak di ruang digital. Sebelumnya sama sekali tidak ada. Ini [sekarang] ada,” katanya.

Selanjutnya, Usman mengatakan Sidang Paripurna terkait revisi kedua UU ITE ini akan dilaksanakan pada Selasa (5/12).

Sebelumnya, Menkominfo Budi Arie Setiadi optimistis revisi kedua UU ITE atau Undang-undang nomor 11 tahun 2008 bisa ‘menjinakkan’ masyarakat agar tak lagi barbar di ruang digital.

“[Isu-isu ruang digital akan] beres dong. Supaya orang bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Kita kan pengen ruang digital kita lebih adem, lebih bijaksana. Jangan di dunia nyata kita oke, masa dunia digital kita jadi barbarian,” ujar Budi Arie di Jakarta, Kamis (23/11).

“Kita harus menghentikan barbarian di ruang digital,” tambahnya.

Budi Arie optimistis kehadiran UU ITE yang telah direvisi bisa membuat ruang digital lebih sehat. Pasalnya, aturan baru dianggap tidak lagi abu-abu dan multitafsir.

Artikel ini ditulis oleh:

Ilyus Alfarizi
Jalil