Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi I DPR RI Nurdin Tampubolon menilai Indonesia sangat tertinggal dalam pengelolaan data digitalisasi atau Big Data. Menurut dia, di negara-negara maju penggunaan big data sudah diterapkan sejak 2009 lalu.
Padahal, sambung dia, manfaat yang dapat dirasakan dalam mengakses big data sangat besar, terutama dalam membuka peluang usaha bagi entrepreneurship yang baru akan memulai (start up).
“Big data ini dapat dikelola menjadi faktor produksi dalam sektor barang dan jasa. Misalnya, menjadikan teknologi dari perencanaan menjadi barang atau jasa, dan itu juga berguna bagi bangsa dan negara,” kata Nurdin usai menjadi narasumber dialog Nusantara bertajuk ‘Big Data, Millenial, Startup, & Entrepreneurship’, di Kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (30/9).
“Karena, di jaman milenial ini akan banyak anak-anak muda, yang dapat memanfaatkan big data dalam rangka menjadi pengusaha, politikus, karena setiap peluang dapat dilihat dari itu yang namanya big data,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa big data adalah data yang telah terhimpun dari sistem digital yang sudah ada di seluruh dunia, jadi setiap manusia, negara maupun organisasi itu sudah ter record di big data, dan itu tersistem apakah melalui internet atau lainya.
“Sehingga big data ini bisa digunakan oleh siapa saja, meliputi apa saja, apa itu terkait sumber daya alam, teknologi, manusia (Curriculum Vitae) nya semuanya ada di situ,” papar ketua fraksi Hanura DPR RI itu.
“Kita (jadi transparan), tapi kita juga bisa melihat data-data milik negara lain,”ucapnya.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan apakah Indonesia telat dalam menerapkan digitalisasi big data tersebut saat ini, iya mengamininya.
“Tentunya, di dunia digitalisasi saja kita sudah sangat terlambat, kita masih analog switch off hingga sekarang ini, padahal dividen dari digital itu sangat besar, artinya ketika Indonesia (analog) switch off kita akan mendapatkan perimaan negara mencapai 100 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sebesar Rp1.300 triliun. Makannya negara besar seperti AS, Jepang, Korea, China, sudah sejak 2009 berimigrasi dari analog ke digital karena mereka sudah menikmati dari deviden digital itu tadi,” papar wakil ketua umum DPP Partai Hanura.
“Kenapa Indonesia tidak melaksanakan itu? tentunya ada faktor yang membuat itu (tdigitalisasi tidak terjadi), faktor pertama, mugkin para pengusaha digital belum mau membagi kue nya, kedua kesiapan infrastruktur kita masih minim, meski sudah ada, dan ketiga keseriusan pemerintah yang masih setengah-setengah, seharusnya kebijakan pemerintah mendukung itu harusnya sudah harus dilakukan,” tandas Presiden Komisaris NT Corp itu.
Novrizal Sikumbang
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan