Jakarta, Aktual.com – Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020 terus mendapat sorotan dari publik. Pasalnya, penyelenggaraan pilkada itu dilaksanakan di tengah pandemi covid-19, sehingga dikhawatirkan akan menjadi cluster baru pilkada.
Anggota Komisi II DPR, Syamsurizal menilai penundaan pilkada memang memiliki dampak positif dan negatif. Namun, ia menyebut jika penundaan itu dilakukan, justru lebih banyak dampak negatifnya.
“Positifnya, [penundaan Pilkada] langkah penyelamatan masyarakat sehingga terhindar cluster. Tapi itu pun tidak ada garansi sejauh mana masyarakat berdisiplin mengkuti protokol kesehatan,” kata Syamsurizal saat dihubungi redaksi aktual.com, Jakarta, Senin (21/9) siang.
Menurut Syam, dampak negatif dari penundaan pilkada itu salah satunya yakni dapat mengganggu roda pemerintahan di daerah. Sebab saat ini ada sebanyak 270 daerah yang tengah menggelar Pilkada Serentak 2020. Sehingga nantinya status kepemimpinan di daerah tersebut akan dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt), Pelaksana Harian (Plh), dan Penjabat (Pj).
Dalam Surat Edaran BKN No.2/SE/VII/2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian menyatakan bahwa Plt dan Plh tidak berwenang mengambil keputusan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Selain itu, dalam aturan ini juga disebutkan jika Plt dapat melaksanakan tugasnya paling lama 3 bulan, sedangkan Plh hanya 6 bulan, dan Pj hingga 11 bulan.
“Kita kan tidak tahun kapan covid-19 itu berakhir. Jadi kita berada dalam ketidakpastian apakah pemerintah akan menunjuk Plt, Plh, dan Pj. Jadi akan menghambat pembangunan di daerah tersebut karena kewenangannya bisa terbatas,” ujarnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengungkapkan pertimbangan pemerintah dan DPR untuk tetap melaksanakan Pilkada di akhir tahun, yang seharusnya dilaksanakan pada 19 September 2020. Menurutnya, saat rapat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU mengajukan 3 opsi alternatif.
Pertama, ditunda 3 bulan atau 9 Desember 2020. Kedua, ditunda 6 bulan atau 17 Maret 2021. Ketiga, ditunda 1 tahun atau 29 September 2021. Setelah dibahas dan diserahkan presiden, akhirnya diputuskan pada opsi pertama yakni 9 Desember 2020.
“Akhirnya presiden memutuskan, keluarlah Perppu nomor 2 tahun 2020 menetapkan kita tetap laksanakan [pilkada] 9 Desember 2020. Pertimbangannya, pertama, covid-19 memang tak bisa diprediksi kapan akan berakhirnya. Kedua, ekonomi kita sudah down, mending kita laksanakan dan dana yang disumbangkan oleh daerah lewat Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) bisa dicaikan,” tuturnya.
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi