Suasana salah satu bagian Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Senin (18/4). Rumah sakit ini menjadi polemik pascamengemukanya laporan BPK atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014 soal pembelian tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang berindikasi merugikan keuangan daerah karena harga pembelian dinilai terlalu mahal. ANTARA FOTO/Reno Esnir/kye/16.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Pimpinan Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI, Benny K Harman mengatakan bahwa apa yang disampaikan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus pembelian tanah rumah sakit Sumber Waras (RSSW) sudah mempunyai bukti permulaan.

Hal itu terkait masuknya proses kasus Sumber Waras pada tahap penyelidikan KPK.

“Tadi dibilang pada tahapan penyelidikan sudah ada bukti awal, jadi kasus Sumber Waras belum masuk penyelidikan ya? (Sudah kata KPK), Oh jadi ini sudah masuk penyelidikan artinya satu tingkat diatas pulbaket, saya pikir masih pulbaket. Jadi ini sudah penyelidikan, kalau begitu sudah ada bukti permulaan,” kata Benny, mencoba merunut penjelasan pimpinan KPK di Kasus yang diduga menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok), di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (15/6).

Mendapat kontruksi pemikiran tersebut, Wakil Ketua KPK Laode Syarif langsung merespon pernyataan wakil ketua komisi bidang hukum tersebut.

“Dalam penyelidikan itu kita (KPK) mencari bukti-bukti permulaan, penyelidikan bukan di penyidikan,” sebut Laode.

Benny pun kembali mencoba menalar jalan fikiran institusi anti rasuah tersebut.

“Ngerti, makanya kami tanya untuk masuk dalam tahapan penyelidikan, tadi sudah dijelaskan sama ibu (Basaria Panjaitan) dari sekian banyak laporan (masuk) itu kan harus ada bukti permulaan, kalau tidak ada bukti permulaan dia (laporan) tidak masuk dalam ruang penyelidikan, berati kalau sudah ada kasus masuk ruang penyelidikan berarti sudah ada bukti permulaan,” terang dia lagi menegaskan duduk persoalan penanganan kasus Sumber Waras itu.

Sehingga, sambung dia, ditindaklanjuti dengan menggunakan instrumen yang ada, dari pemakaian sistem sadap dan PPATK, hingga untuk menghitung kerugian negaranya minta kepada BPK RI.

“Sudah ada bukti permulaan, tinggal 1 lagi buktinya, dimana BPK sudah mengatakan ada buktinya, tapi KPK belum. Itu aja selisihnya,” pungkas dia.

 

Laporan: Novrizal

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang