Pimpinan Komisi X Dede Yusuf berbicara dalam Forum Legislasi dengan topik 'RUU Perfilman' di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2016). Pemerintah dalam waktu dekat segera merampungkan pembahasan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Hal tersebut untuk membuka kesempatan yang lebih besar bagi pemodal asing berinvestasi lebih di sektor usaha di dalam negeri. Salah satu sektor yang turut direvisi adalah investasi di sektor industri perfilman, mulai dari produksi, distribusi, hingga eksebisi. Foto: Aktual/Junaidi Mahbub

Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menduga langgengnya peredaran vaksin palsu hingga belasan tahun karena ada campur tangan oknum pihak pelayan kesehatan.

Meski, selama ini dalam proses pembelian hingga pengiriman produk obat-obatan kepada pihak rumah sakit dan poliklinik harus melalui e-katalog.

“Intinya, pasti ada kesalahan dalam tata sistem pembelian barang, walaupun bila menurut runutan melalui e-katalog sudah sangat ketat sekali,” kata Dede di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (27/6).

“Namun, ada kebocoran, dan kebocoran ini bisa terjadi jika ada oknum di dalam sistem tersebut. Karena semua pembelian melalui e-katalog, yang belanja (obat-obatan) melalui sistem online, dimana dari distributor jelas, pengiriman dan pemesanan sudah sangat jelas,” tambah dia.

Namun demikian, Dede mengaku belum mengetaui secara rinci siapa oknum-oknum yang mengambil keuntungan dengan bermain mata bersama para pelaku pembuat vaksin palsu tersebut.

“Karena (beredarnya vaksin palsu) hanya bisa terjadi bila ada oknum yang coba mengambil keuntungan dari sistem. Nah saya belum tahu detail siapa pelaku-pelakunya yang katanya ada farmasi, apoteker dan juga sampai ada main mata antara dokter rumah sakit hingga dinas kesehatan, tapi ini belum jelas,” sebut politikus Demokrat itu.

Kendati begitu, sambung Dede, dengan terbongkarnya kasus vaksin ini, Komisi IX meminta ketegasan menteri kesehatan untuk memastikan dampak yang terjadi.

“Saya sudah tegaskan kepada menkes yang terpenting saat ini adalah bahwa sudah berapa lama vaksin palsu terjadi dan kemudian apakah berdampak terhadap bayi atau anak-anak kita yang mendapat vaksin,”

“Karena saya beberapa bulan lalu mendapat laporan tentang seorang anak ketika mendapatkan vaksin lalu panas tinggi kemudian meninggal,” tandasnya.

 

Laporan: Novrizal

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang