aktual.com- Komisi VI DPR RI memutuskan menunggu penyelesaian proses hukum atas kasus perobohan Hotel Purajaya dan pengambil alihan Pelabuhan Batam Center. Langkah ini menuai sorotan dari sejumlah tokoh di Batam.
Komisi VI DPR yang merupakan mitra kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam itu hanya dapat menunggu putusan inkracht atas kasus sengketa antara PT Sinergy Tharada vs BP Batam, serta Hotel Purajaya vs BP Batam.
”Penyelesaian pengambil-alihan aset di pelabuhan Batam Center serta perobohan Hotel Purajaya, kan, sudah masuk dalam ranah hukum. Masalah Pelabuhan Batam Center sudah di Mahkamah Agung, sementara masalah perobohan Hotel Purajaya masih sedang berjalan di pengadilan. Kita tunggu saja apa putusannya sampai inkracht,” kata Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, kepada wartawan di Batam, Kamis, 17 Juni 2025.
Menurut Andre, masalah perobohan Hotel Purajaya adalah permasalahan masa lalu. Pihaknya, telah berkomunikasi dengan BP Batam, mereka sedang menunggu keputusan inkrach dari pengadilan.
“Satu sedang berada di MA, dan kita menunggu proses hukum Hotel Purajaya yang saat ini sedang berlangsung di pengadilan. Kami ini ke sini (Batam) hanya untuk menampung permasalahan. Bukan Purajaya saja,” tegas Andre Rosiade.
Mengenai tata kelola tanah di Pulau Batam, menurut Andre Rosiade, pihaknya sedang menunggu kebijakan yang dilakukan Kepala BP Batam Amsakar Achmad.
”Kita tunggu kepemimpinan Amsakar dan Li Claudia, kami sedang Batam Center terus berkomunikasi dengan BP Batam sambil menunggu soal hasil Keputusan MA, karena ini sudah masuk ke ranah hukum,” katanya.
Namun, pernyataan Andre Rosiade dinilai berbeda dengan pernyataan sebelumnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 4 Februari 2025. Dalam RDPU itu, Andre Rosiade bersama Komisi VI geram melihat tata kelola pertanahan yang dibuat oleh BP Batam, sehingga lembaga itu dipanggil pada kesempatan selanjutnya.
Rekomendasi Komisi VI DPR RI pada saat RDPU dengan pemilik Hotel Purajaya, menyebut: (1) Komisi VI DPR RI akan mengkaji apakah kebijakan BP Batam yang melakukan pencabutan Lahan PT Dani Tasha Lestari sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku; (2) Mengevaluasi kebijakan pengelolaan lahan yang dilakukan Oleh BP Batam, dan akan mengundang BP Batam untuk menjelaskan persoalan berkaitan dengan alokasi lahan bersama 7 perusahaan yang telah menyampaikan masalah alokasi lahan kepada Komisi VI DPR RI.
Komisaris PT Dani Tasha Lestari (DTL), Zukriansyah, kecewa dengan respon Komisi VI yang sebelumnya bertekad akan melakukan evaluasi tata kelola lahan, tetapi akhirnya hanya menunggu putusan inkracht pengadilan.
Zukriansyah mengusulkan agar DPR RI membuat UU Tata Kelola Pertanahan khusus untuk BP Batam, agar memberi kepastian pada para pengusaha, penyewa dan investor di kawasan ini.
”Aset keluarga kami yang main seenaknya dirobohkan. Kami pada tahun 2019 siap membayar denda atas keterlambatan, tapi ‘kena prank’ sama BP Batam cq Deputi Kepala BP Batam, Sudirman Saad. Penalty tertinggi dari tata sewa menyewa tanah dengan negara itu adalah denda bukan perobohan,” ucapnya.
Yurisprudensi hukum atas pencabutan lahan, kata Zukriansyah, jelas ada yang dijadikan contoh dengan baik oleh pemerintah pusat. Misalnya, kasus Hotel Sultan Jakarta.
”Ex officio tidak masalah berlaku di Batam, namun kebesaran hati dan rasa negarawan harus didepan Paska Pilkada. Tidak boleh larut dengan sentimentil pilkada yang akhirnya mengarah pada manajemen ‘melankolis, sebagai Ex Officio Kepala BP Batam. Kasus ini menjadi hanya sekadar like and dislike,” ujar Zukriansyah.
Menurutnya, untuk mencegah terjadinya peristiwa yang telah terjadi di Batam seperti kasus Pelabuhan Batam Centre, kasus Hotel Purajaya dan lain-lain sebaiknya dibuatkan satu undang undang yang kuat dan mengikat untuk semua warga batam tanpa terkecuali tentang sewa menyewa tanah.
“Agar siapapun yang akan menjadi ex officio, hak melanjutkan atau memperpanjang sewa menyewa tanah benar-benar berada di tatanan hukum tertinggi dan tidak dapat didalih-dalihkan dengan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam saja,” ujarnya.
”Sebab Perka BP Batam setiap saat bisa diubah dan diperbaharui sesuai dengan perubahan pimpinan di BP Batam. Semoga permintaan ini jadi atensi utama bagi para anggota Komisi VI yang terhormat,” tambahnya. ***

















