Surabaya, Aktual.com – PLTU Paiton merupakan salah satu pembangkit listrik yang sudah sangat lama beroperasi yang berlokasi di Jawa Timur. PLTU yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1999 ini menjadi pembangkit listrik yang menjadi salah satu penyumbang energi listrik terbesar di Pulau Jawa dan Bali.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI menyoroti terkait upaya transisi energi yang dilakukan oleh PLN Paiton tersebut. Diah sempat mempertanyakan peta jalan (roadmap) dari PLN dalam menurunkan tingkat emisi sesuai dengan ketentuan Paris Agreement yang telah ditandatangani oleh Pemerintah. Ia juga menegaskan, harus ada kesungguhan dari semua pihak untuk betul-betul melakukan transisi energi ini.
“Kita sekarang bicara transisi energi. Tentunya sebagai pembangkit yang sudah sangat lama ini pasti dahulu masih tergantung pada energi fosil. Jadi saya mencari-cari data, sebetulnya roadmapnya seperti apa. Banyak Pencapaian memang yang sudah diraih oleh Paiton, khususnya upaya-upaya untuk menggunakan energi terbarukan seperti dengan Co-firing, Green Hydogren Plant (GHP) dan lain-lain, sebagai usaha untuk menurunkan emisi dan mulai beralih kepada energi terbarukan,” tutur Diah dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VII di Surabaya, Jawa Timur, Senin (15/7).
Meski demikian, sambung Diah, Komisi VII DPR tetap mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh PLN Paiton tersebut. Ia sekadar memastikan keseriusan PLTU Paiton dalam melakukan transisi energi, sehingga tahapan beserta targetnya pun harus diketahui secara jelas.
“Kalau terobosan yang dilakukan Paiton, saya melihatnya positif. Bagus terobosannya. Sebuah inovasi tentu mempunyai banyak konsekuensi, antara lain ketika kita menggunakan Co-firing dengan biomassa ini, kita juga melihat tanamannya apa. Kalau kayu maka kayunya dari mana. Apakah nanti berpotensi terjadi deforestasi di tempat lain. Jangan sampai kita ingin menyelamatkan lingkungan di satu sisi, tetapi merusak lingkungan di sisi yang lain,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.
Karena itu, ia menegaskan inovasi tersebut harus terukur dengan benar. Penelitian yang terkait dengan inovasi tersebut sudah banyak dan mungkin sudah terkawal dengan baik.
“Harus ada kesungguhan dari semua pihak untuk betul-betul melakukan transisi energi ini. Jangan melihat proses transisi energi hanya sebagai program aksi, tetapi transisi energi ini kita harus melihatnya sebagai sebuah sustainability, yakni sesuatu yang berlangsung dan berkelanjutan untuk lingkungan hidup dan untuk kepentingan manusia itu sendiri,” ujarnya.
Ia mengatakan, kesungguhan yang dimaksud itu diwujudkan dengan sebuah perencanaan yang baik dan memiliki daya dukung.
“Daya dukung dimaksud adalah seperti kebijakan anggaran yang memadai untuk dilakukannya transisi energi,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan