“Misalnya lembaga penyalur BBM satu harga dibangun di Sorong, Papua Barat. Oke di Sorong, satu harga. Tapi ketika dibawa ke daerah-daerah pelosok di Papua lainnya oleh pengecer dan dijual ke masyarakat, apakah tetap satu harga ? siapa yang bisa ngontrol ?. Harganya bisa meningkat,” ujar dia.

Jadi, kata Gus, kebijakan BBM satu harga tersebut baru terjadi di tingkat penyalur. Pasalnya, di tingkat pengecer, terutama di berbagai daerah di luar kota besar, harga BBM tetap meningkat jauh dibanding harga yang ditetapkan.

“Kalau satu harga di tingkat penyalur itu sudah terjadi sejak lama,” ujar dia.

Gus kemudian mencontohkan di daerah pemilihannya, yakni Labuhanbatu Selatan, Pinang, Sumatera Utara, yang notabenenya masih daerah perkotaan, harga BBM di tingkat pengecer jauh dari harga di tingkat penyalur yakni mencapai Rp10-11 ribu untuk premium per liternya. Sedangkan di tingkat penyalur harga premium per liternya di kisaran Rp6.000.

“Itu saya temui saat saya reses. Di daerah Labuhanbatu Selatan di dapil saya, di tingkat pengecer Rp10-11 ribu premium, padahal itu di daerah kota,” ujar Politisi dari Partai Gerindra itu.

Artikel ini ditulis oleh: