Jakarta, Aktual.com – Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kinerja dan investasi perusahaan smelter nikel kelas dua yang menghasilkan feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI). Dorongan itu menjadi kesimpulan rapat antara komisi energi bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan beberapa direktur utama perusahaan smelter yang telah beroperasi di Indonesia.
“Bukan hanya investasi baru tetapi investasi yang sedang berjalan pun kita minta untuk dievaluasi. Karena NPI itu tidak usah lagi lah karena itu nikel yang low grade. Kita sepakat nikel itu mineral kritis,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya saat RDP di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Bambang mengatakan, sebagian besar pabrik pengolahan pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF) yang menjadi lini pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite itu tidak menunjukkan komitmen yang serius untuk melanjutkan investasi yang lebih hilir dari komoditas bijih nikel di Indonesia.
Menurut Bambang, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah gegabah saat memberikan izin investasi yang masif pada beberapa perusahaan asing pengolahan bijih nikel kadar tinggi tersebut. Sementara, dia melanjutkan, tidak ada batasan yang jelas ihwal izin investasi pengolahan awal bijih nikel itu.
“Kandungan nikel dari NPI itu 10 sampai 12 persen, mohon maaf ini saya tidak setuju, seharusnya pak Dirjen Ilmate Taufik tidak boleh lagi produksi NPI dari Indonesia, bagi saya ini adalah penyelundupan gaya baru,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano