Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi VII DPR RI Hari Purnomo angkat bicara terkait perselisihan antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Polemik tersebut bermula dari Sudirman Said yang menuding Pemerintahan SBY telah membiarkan anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) tetap beroperasi meski dijadikan lumbung para mafia, bahkan upaya pembubaran disebut Sudirman kerap kandas di meja SBY. Tidak terima, SBY pun membantah semua itu melalui akun sosial medianya. SBY menyebut tudingan Sudirman sebagai fitnah dan meminta agar mantan Bos PT Pindad itu untuk segera meminta maaf.

“Terkait polemik Sudirman dan SBY, pak SBY itu tahu persis seperti apa peran Petral, jadi pasti tidak mudah gegabah membubarkan Petral,” ujar Hari saat berbincang dengan Aktual di Jakarta, Senin (1/6).

Menurut Hari, SBY yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertambangan di era Presiden Gus Dur itu tentu sudah paham permasalahan di Petral namun dirinya enggan gegabah mengambil keputusan lantaran dia tahu betapa pentingnya peran Petral.

“Beliau bekas Menteri Pertambangan. Beliau tahu persis sektor ini,” ucapnya.

Ia menambahkan, Pertamina tentu sangat membutuhkan peran ‘trading arm’ dalam menjalankan fungsi pengadaan. Di mana sebelumnya peran tersebut diemban oleh Petral yang saat ini tengah dilikuidasi.

“Sektor pengadaan, adanya Petral tidak keliru. Karena setiap perusahaan migas itu wajar memiliki trading arm company. Itu untuk mengikuti perkembangan minyak dunia. Penting bagi pengadaan,” terang dia.

Seperti diketahui, sejak awal tahun, fungsi pengadaan minyak di Pertamina sepenuhnya dijalankan oleh unit usahanya yakni Integrated Supply Chain (ISC). Sementara Petral saat ini tengah dilikuidasi hingga April 2015.

“Dengan Pertamina yang hanya melalui ISC itu mana mungkin bisa seperti itu. Ibarat membeli tiket pesawat, kan bisa beli langsung, bisa juga ke travel agen. ISC bukan lembaga baru, itu sudah lama dimiliki Pertamina. Keberadaan petral tidak salah, tidak keliru. Mungkin yang salah adalah tata kelolanya,” terangnya.

Lanjutnya, dengan Pertamina yang hanya mengandalkan ISC, maka  secara jangka panjang hal itu justru akan menyulitkan Pertamina dalam menjalankan kegiatan pengadaan.

“Saya khawatir dalam jangka panjang, tanpa Petral, Pertamina akan kesulitan dalam mendapatkan minyak,” tutupnya.

Sementara itu, Pengamat Energi Yusri Usman mengatakan bahwa seharusnya Pemerintahan Joko Widodo tidak salah dalam mengambil keputusan soal nasib Petral. Dirinya menghimbau agar Pemerintah lebih memprioritaskan mengungkap oknum mafianya ketimbang membubarkan lembaganya.

“Kita harus kritisi oknumnya dan jaga lembaganya. Karena secara dikonstitusi lembaga itu dibentuk untuk kesejahteraan rakyat. Hanya saja oknumnya yang menyalahgunakan,” tandas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka