Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara jelas memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaksanakan Umrah Mandiri.

Ia menilai kekhawatiran sebagian penyelenggara perjalanan umrah soal potensi berkurangnya jumlah jemaah tidak perlu dibesar-besarkan.

“Jangan dibayangkan orang Indonesia semuanya sudah well educated. Tapi salah kalau negara melarang orang beribadah, tidak boleh,” ujar Abidin saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT), Kamis (20/11/2025).

Abidin menjelaskan, skema Umrah Mandiri memberi kebebasan kepada jemaah untuk mengurus seluruh kebutuhan perjalanan, mulai dari tiket, izin, hingga pemilihan akomodasi.

Meski memberi ruang kebebasan, Abidin menekankan pentingnya aturan turunan agar tidak terjadi penyalahgunaan. Ia menegaskan bahwa pihak-pihak yang bertindak sebagai perantara atau penyelenggara umrah dengan mengatasnamakan mandiri harus dilarang dan dapat dikenai pidana.

“Kalau saya haji atau umrah lalu mengajak orang lain dan bertindak sebagai pelaksana ibadah, itu sudah bukan mandiri lagi. Itu broker,” tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.

Ia menyebutkan, batasan umrah mandiri bisa diterapkan pada anggota keluarga dalam satu Kartu Keluarga atau yang memiliki hubungan darah dekat. Pembatasan tersebut dinilai penting untuk mencegah praktik terselubung yang menyerupai Badan Pengelola Umroh (BPU) maupun PPIU.

“Kalau saya ajak istri, anak itu boleh. Tapi kalau sudah satu RT, itu praktiknya BPU. Jadi tidak boleh, harus ada pidana, ada hukumannya,” lanjutnya.

Abidin memastikan bahwa regulasi Umrah Mandiri justru memperkuat kepastian hukum bagi penyelenggara resmi. Negara, katanya, tetap akan menindak tegas pihak-pihak yang menyalahgunakan ruang tersebut.
“Karena itu BPU atau travel umrah tidak usah khawatir,” tutupnya.

(Taufik Akbar Harefa)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain