Jakarta, Aktual.com – Kandidat anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sedang melakukan uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI DPR RI diharapkan mampu menjawab keraguan publik. Keraguan tersebut menyangkut produk hasil audit yang selama ini masih dinilai subjektif.
“Para kandidat harus individu yang berani, memiliki komitmen, dan konsistensi tinggi untuk mewujudkan rencana-rencana strategis BPK 2016-2020, yaitu meningkatkan peran BPK secara kelembagaan untuk mendorong pengelolaan keuangan negara mencapai tujuan bernegara,” terang anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/4).
Dalam penilaiannya, hasil audit BPK tidak saja subjektif tapi juga kerap aneh. Publik mempertanyakan kebenaran audit dan opini yang diberikan BPK atas laporan keuangan, baik hasil audit Pemda atau kementerian/lembaga tertentu.
Pada konteks ini, opini BPK masih terkesan subjektif. Heri mencontohkan ada daerah yang miskin, partisipasi masyarakat rendah, tetapi BPK memberikan opini atas laporan keuangannya dengan rapor Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sebaliknya, ada daerah yang sejahtera dan tingkat partisipasi publik tinggi, tetapi BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian atau Disclimer. Untuk itulah, kandidat yang terpilih nanti harus orang yang mampu memperkuat kerja-kerja BPK secara objektif, tanpa intervensi.
“Penempatan orang-orang di BPK haruslah orang-orang profesional dan berintegritas tinggi,” harap Anggota F-Gerindra ini.
Heri juga mengeluhkan soal hasil temuan BPK yang tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Dalam konteks ini, butuh kandidat yang mampu membangun sinergi dengan lembaga penegak hukum.
Mestinya, temuan penyimpangan bisa segera ditindaklanjuti serta fokus kepada rekomendasi untuk perbaikan kebijakan dan bersifat makro strategis. Di sinilah integritas, independensi, dan profesionalisme para kandidat yang terpilih nanti dipertaruhkan.
“Anggota BPK harus mampu memiliki terobosan strategis sekaligus mencari solusi untuk perbaikan institusinya sendiri. BPK juga harus proaktif membina dan membimbing dengan asistensi, bukan mencari kesalahan dan memeriksa kebijakan publik yang strategis,” jelasnya.
“Sistem data nasional harus terbangun menyangkut laporan hasil audit semua instansi. Misalnya, sistem pajak, bea cukai, dan BUMN. Bukankah BPK memiliki data lengkap atas semua itu,” sambung Heri.
Artikel ini ditulis oleh: