Tim Forensik Muhammadiyah membawa kotak berkas setelah melakukan proses autopsi jenasah terduga teroris Siyono di Brengkungan, Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (3/4). Autopsi dilakukan oleh pihak keluarga dengan bantuan dari Komnas HAM dan Muhammadiyah tersebut melibatkan sembilan dokter forensik dari Muhammadyah dan satu orang dokter forensik dari Polda Jawa Tengah, guna mencari bukti kebenaran atas meninggalnya terduga teroris Siyono setelah ditangkap oleh tim Densus 88 pada Rabu (9/3) lalu. ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Komisioner Komnas HAM Siane Indriani dan Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas membeberkan uang Rp100 juta, yang diberikan istri terduga teroris Siyono, Suratmi dari Densus 88.

Uang tersebut diterima oleh Suratmi dan Wagiono, kakak almarhum Siyono, dari lima perempuan yang diduga merupakan anggota polisi dari Densus 88.

Suratmi dan Wagiono masing-masing mendapatkan satu gepok uang dalam bungkus warna coklat. Masing-masing gepok berisi lima bundel uang pecahan Rp100 ribu di mana satu bundelnya berjumlah Rp10 juta.

Satu gepok uang untuk Suratmi diberikan untuk biaya hidup dirinya dan kelima anaknya, sedangkan satu gepok uang untuk Wagiono diberikan untuk membiayai pemakaman Siyono.

Suratmi dan Wagiono tidak membuka bungkusan uang tersebut dan kemudian menyerahkannya ke PP Muhammadiyah sebagai kuasa hukumnya. Bungkusan uang tersebut dibuka oleh Busyro dan Siane di depan awak media.

“Uang ini belum pernah dibuka sebelumnya. Kami simpan,” kata Busyro.

Sementara itu, Siane mempertanyakan mengenai asal uang Rp100 juta tersebut. “Anggaran dari mana tidak tahu, uang ini akan masih dicari prosedur yang proporsional untuk mengungkap sisi yang lebih terang tentang proses yang berkaitan dengan kematian tidak wajar Siyono,” kata dia.

PP Muhammadiyah, Komnas HAM dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lain masih merumuskan langkah selanjutnya, yang akan diambil menyikapi kasus pemberian uang itu.

Selain itu, Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan sikap Suratmi tidak membuka uang pemberian tersebut dapat menjadi pelajaran moral berharga.

“Karena ada kebenaran yang dicari, uang itu ditolak dan diserahkan ke PP Muhammadiyah,” kata Haris.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu