Jakarta, Aktual.com — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) menilai pengerahan aparat keamanan pada penggusuran di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, terlalu berlebihan karena warga setempat tidak menolak terhadap relokasi.

“Saya kira jumlah aparat yang diturunkan terlalu berlebihan karena sebetulnya warga tidak pernah menolak direlokasi, namun ada dialog yang belum tuntas,” kata Ketua FAKTA Azas Tigor Nainggolan pada konferensi pers, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (24/8).

Tigor mengatakan, sekitar 2.200 aparat keamanan yang terdiri dari Satpol PP, Kepolisian dan TNI Angkatan Darat telah disiapkan sejak pukul 07.00 WIB, Kamis (20/8) lalu, padahal massa yang bertahan dan berasal dari tiga RW terkena dampak relokasi hanya sekitar 300 orang.

Bentrokan pun terjadi hingga akhirnya mengakibatkan korban luka sebanyak 12 orang, yang kemudian dilarikan ke RS Hermina serta penangkapan sebanyak 27 orang.

“Saya menyayangkan kenapa pihak Kepolisian yang seharusnya menjadi penengah justru memihak Pemprov DKI dengan melakukan kekerasan terhadap warga,” kata Tigor.

Senada dengan itu, Komnas HAM menilai penggusuran paksa tersebut telah melanggar hak azasi manusia.

“Kalau merampas hak kepemilikan seseorang secara paksa, itu sudah melanggar HAM, tapi kalau dari sisi masyarakat yang membakar alat berat, itu masuknya pada pelanggaran hukum,” kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Nur Khoirun.

Khoirun mengatakan, ada keresahan dari warga terkait perbedaan kebijakan antara masa kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sebagai Gubernur DKI terkait proyek normalisasi Sungai Ciliwung.

Pada awalnya warga Kampung Pulo dijanjikan mendapat uang ganti rugi akibat penggusuran, namun pada 2014, rencana tersebut berubah menjadi sosialisasi adanya penggusuran yang mewajibkan warga untuk pindah tanpa ada negosiasi ganti rugi serta timbul permasalahan lainnya seperti uang sewa Rusunawa dan jumlah KK yang menempati satu unit Rusun.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby