Jakarta, Aktual.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan bahwa tanah tidak boleh dikuasai oleh konglomerat tertentu dan tidak ada alasan konglomerat menguasainya. Karena itu sudah saatnya pemerintah mengambil tindakan dengan mengambil sebagian besar tanah yang dikuasai konglomerat besar di Indonesia.
Komnas HAM menekankan demikian sehubungan dengan adanya perusahaan milik pengusaha keturunan Tionghoa yang menguasai tanah hingga 5 juta hektar tanah.
“Lima juta hektar tanah yang dimiliki satu orang itu boleh digusur, diambil sebagian oleh negara, dan dibagi ke kelompok miskin, yang sekarang ini Sinar Mas memiliki 5 juta hektar,” kata Komisioner Komnas HAM, Hafid Abbas, kepada wartawan dikantornya, Kamis (15/9) kemarin.
Merujuk laporan Bank Dunia pada 15 Desember 2015 silam, diungkapkan bagaimana sebanyak 74 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh 0,2 persen penduduk. Salah satunya penguasaan 5 juta hektar tanah oleh pengusaha Tionghoa.
Kondisi demikian sama saja bahwa negara telah dikuasai oleh sekelompok kecil penduduk. Di sisi lain orang miskin tidak mempunyai daya untuk keluar dari jurang kemiskinannya karena tidak memiliki tanah.
Padahal, idealnya distribusi tanah mengikuti formula 1 juta untuk orang kaya, 2 juta untuk kelas menengah, dan 3 juta untuk masyarakat miskin.
Hafid Abbas menyinggung bagaimana penguasaan lahan oleh kelompok kecil penduduk yang berimbas pada maraknya penggusuran di beberapa kota, termasuk di Jakarta. Penggusuran yang dilakukan juga tidak mengedepankan aspek kemanusiaan.
“Menurut kami, proses penggusuran di Jakarta ini paling parah sejak Indonesia merdeka,” jelasnya.
Ditambahkan, penggusuran dengan dalih pembangunan tetapi mengabaikan hak kemanusiaan dan keadilan merupakan kejahatan sosial. Diakuinya, penertiban tetap diperbolehkan oleh daerah. Namun masyarakat yang sudah bertahun-tahun menempati tanah tersebut harus dibantu dan keberlangsungan hidup selanjutnya dijamin lebih baik.
“Selalu saya bilang, kenapa Pemda DKI tidak mau mencontoh Bu Risma. Mereka ini kan warga negara yang miskin. Pemerintah seharusnya membantu, bukan malah memberangus dengan kejam, dan melanggar hak-hak dasar masyarakat. Tidak bisa seperti itu,” turut Hafid.
Terkait penguasaan tanah oleh segelintir orang, sebelumnya pernah diingatkan Yusril Ihza Mahendra. Ia menegaskan bahwa distribusi tanah yang tak adil bisa menjadi bom waktu di kemudian hari.
“0,2 persen orang Indonesia menguasai 74 persen tanah di Indonesia melalui konglomerasi, PT ini PT itu, real estate, pertambangan, perkebunan sawit, HPH. Ini hanya menunggu bom waktu, apalagi yang 0,2 persen itu maaf-maaf kalau pakai bahasa lama itu non pribumi,” katanya.
Demikian halnya ekonom senior Rizal Ramli yang menyatakan 80 persen wakyat Indonesia belum merasakan kemerdekaan dan kekayaan akan sumber daya alam. Sebab kekayaan sumber daya alam hanya dikuasai oleh 20 persen penduduk Indonesia.
“80 persen rakyat kita masih miskin. Belum bisa merasakan arti kemerdekaan, makan aja susah apalagi sekolahin anak atau berlibur. Tugas kita mengubah ini, bagaimana 80 persen ini bisa menikmati kemerdekaan,” demikian Rizal. (Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid