Jakarta, Aktual.com – Komnas Perempuan mencatat laporan sebanyak 2.000 kasus berbeda-beda yang dialami oleh para pekerja rumah tangga (PRT) sepanjang lima tahun belakangan baik secara langsung maupun melalui jaringan yang tersedia.
“Di Komnas Perempuan, kami mencatat terdapat kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan mengenai kondisi PRT baik langsung lapor ke Komnas maupun dari jaringan, pada lima tahun terakhir ini mencapai lebih dari 2.000 kasus,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (3/9).
Menurut dia, kasus yang merugikan para PRT itu tidak seragam terdapat beberapa laporan yang diantaranya adalah unsur kekerasan, kekerasan seksual hingga gaji yang tidak dibayarkan maupun keterlambatan pembayaran.
Tidak hanya itu saja, menurut dia, kasus dengan jam kerja yang lebih panjang juga banyak dialami oleh para pekerja rumah tangga yang ada di Indonesia.
“Yang banyak dilaporkan adalah gaji yang tidak dibayarkan. Ketika kita pelajari, jam kerja yang panjang sekali juga marak terjadi. Karena kan mereka sudah beres-beres rumah sebelum majikan bangun, kalau majikan pulang jam 12 atau 1 malam, diharapkan mereka juga membantu lagi, jadi waktu mereka bekerja jadi lebih panjang,” jelas dia.
Ia menilai dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), diharapkan dapat menciptakan kenyamanan dan juga keamanan bagi para PRT di Tanah Air.
Dengan disahkannya RUU PPRT ini juga diyakini dapat menciptakan hubungan kerja yang lebih baik antara PRT maupun majikan yang menggunakan jasa mereka.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan bahwa bola panas RUU PPRT ada di tangan pimpinan DPR RI, sebab Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) dan menunjuk perwakilan pemerintah untuk membahasnya bersama DPR.
Pada Maret 2023, DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Presiden juga telah mengirimkan daftar inventaris masalah (DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR.
Artikel ini ditulis oleh:
Editor: Arie Saputra