Jakarta, Aktual.com — Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) menggelar serangkaian pagelaran budaya guna memperingati 50 tahun tragedi kemanusiaan yang terjadi di Indonesia pada 1965 silam. KKPK bersama dengan komunitas Taman 65, komunitas yang terdiri dari sekelompok anak muda mencoba bergerak keluar dari kungkungan pemalsuan sejarah dan narasi tunggal Orde Baru.
Roro salah satu anggota dari komunitas Taman 65 dan juga bagian dari KKPK menceritakan, awal mula lagu-lagu yang dinyanyikan dalam pagelaran acara bertemakan ‘Nyanyian yang di Bungkam’ itu terbentuk.
“Disini kami adalah sekelompok anak muda yang senang membicarakan sebuah sejarah penting, terutama masalah kemanusiaan di tahun 65. Dimana lebih dari 100 orang direngut hak kemanusiaanya. Disini kami mencoba mencari jawaban atas kasus-kasus HAM yang tidak tertuntaskan, terlebih pada tahun tersebut, dimana mereka yang saat itu menjadi tahanan politik, membuat syair-syair lagu yang dituliskan pada dinding penjara,” papar Roro kepada Aktual.com, di Jakarta, Jumat (21/9).
Roro mengungkapkan, salah satu syair yang cukup tragis yang menyita perhatian publik yaitu berjudul ‘Tini dan Yanti’, yang ditulis oleh Ida Bagus Santoso. Dimana tragedi kemanusiaan itu terjadi di bulan Desember 1965. Lagu itu diambil dari dalam penjara serta dihilangkan.
Dia mengenang, ketika itu istrinya sedang mengandung. Dan, ia menuliskan sebuah pesan di salah satu dinding penjara melalui syair lagu tersebut. Kemudian, ia berharap, jika anaknya lahir kelak, bila seorang permpuan akan diberi nama Yanti.
“Maka sebab itu judul lagu itu Tini dan Yanti. Tini itu nama istri saya, dan Yanti nama calon anakku,” kenangnya.
Dengan digelarnya acara budaya ini, Roro menyampaikan aspirasinya mewakili komunitasnya, agar pelanggaran HAM di Indonesia tidak terulang kembali.
“Karena kita mempelajari lagu ini, kita tentunya mempelajari sejarahnya, sejarah bangsa ini penuh dengan kekerasan, sepanjang ini tidak pernah terungkap, peristiwa itu dapat terjadi lagi, peristiwa 65 tidak pernah terungkap, apa yang terjadi setelah itu?. Peristiwa 98 juga tidak pernah terungkap dengan apa yang terjadi, masih ada peristiwa Aceh, Papua, dan masih banyak peristiwa pembantaian di Indonesia yang belum terungkap. Dan, sepanjang itu tidak pernah terungkap kebenarannya. Peristiwa itu dapat terjadi lagi, Jangan sampai kita tidak merdeka di negara kita sendiri,” urainya menjelaskan dengan mata menerawang.
Artikel ini ditulis oleh: