Jakarta, Aktual.com – Hari Orangutan Sedunia yang jatuh pada 19 Agustus ditandai dengan kondisi kritis populasi orangutan Kalimantan yang menurut para peneliti jumlahnya menurun dengan cepat.
Peneliti Maria Voigt dari “Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology” di Jerman dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu mengatakan berdasarkan pada ciri-ciri riwayat berkembang biak orangutan, tingkat pertumbuhan cepat yang diklaim pemerintah Indonesia tidak mungkin terjadi, bahkan di kebun binatang.
“Dari kompilasi data komprehensif observasi yang ada, kami memperkirakan terjadi penurunan 25 hingga 30 persen antara tahun 2005 dan 2015. Jadi tidak mungkin hanya dalam satu tahun ada perubahan menyeluruh dalam situasi ini,” katanya.
Angka ini kebalikan dengan data pemerintah Indonesia yang mengklaim populasi orangutan telah meningkat lebih dari 10 persen pada kurun waktu 2015 sampai dengan 2017.
Klaim peningkatan populasi orangutan ini juga ada dalam laporan terbaru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) “Keadaan Hutan Indonesia 2018”.
Ini bertentangan dengan temuan tim ilmuwan beranggotakan 41 peneliti yang dipimpin oleh Maria Voigt, yang memublikasikan penelitian atau tinjauan sejawat mereka pada Maret 2018.
Tim menemukan separuh dari total jumlah orangutan di Kalimantan terkena dampak aktivitas ekstraksi sumber daya alam, dan jumlah mereka menurun lebih dari 100.000 ekor selama 16 tahun terakhir sejak tahun 1999.
“Jika perburuan dan penghilangan areal hutan dapat dihentikan di masa depan, kondisi tersebut bisa berbalik, tetapi sepengetahuan kami ini belum terjadi. Belum jelas bagaimana penulis laporan ini bisa mencapai kesimpulan soal meningkatnya jumlah orangutan,” kata salah satu penulis penelitian yang diterbitkan dalam jurnal “Current Biology” Prof. Serge Wich dari Universitas Amsterdam.
ant
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby