Jakarta, Aktual.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan tindakan aparat kepolisian yang cenderung berpihak kepada perusahaan, PT Pertiwi Lestari. Yakni dengan membiarkan intimidasi pihak perusahaan terhadap petani Karawang, saat pengambilalihan lahan secara paksa di atas tanah yang sedang berstatus quo.
Secara umum, konflik agraria ini luasnya mencapai 7900 Ha yang masuk dalam wilayah 10 Desa 4 Kecamatan. Masing-masing Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kecamatan Ciampel, Kecamatan Teluk Jambe Timur dan Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
PT Pertiwi Lestari berkali-kali mencoba melakukan penggusuran terhadap tanah warga berstatus quo sesuai dengan Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor: 1957/020/IV/2016
Dalam siaran persnya, ditulis Minggu (23/10), KontraS bersama Serikat Tani Nasional (STN) menyatakan pihak perusahaan tidak menghargai adanya surat BPN tersebut yang mengakibatkan konflik terjadi. Dimana ekskavator tetap dijalankan dengan dilindungi ratusan petugas perusahaan yang menghalangi warga menolak tanahnya diambil.
“PT Pertiwi Lestari melakukan berbagai tindakan seperti intimidasi, penyisiran terhadap petani dengan mengerahkan petugas keamanan memaksa petani menerima ganti rugi. Ditambah lagi, beberapa ternak peliharaan warga, seperti ayam, kambing, dan sapi diracun oleh pihak perusahaan,” tegasnya.
“Polisi seolah diam ketika perlakuan sewenang-sewenang perusahaan berlangsung. Adanya pembiaran terhadap tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dalam eksekusi lahan yang dilakukan oleh menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik antara warga dan perusahaan,” sambungnya.
Ketum STN, Ahmad Rifai, menambahkan, konflik agraria di Karawang juga diperparah dengan tidak kunjung diurusnya sertifikat yang diajukan oleh warga terhadap BPN.
Atas fakta tersebut, KontraS bersama STN menyampaikan empat hal. Pertama, medesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk meninjau kembali status HGB PT Pertiwi Lestari.
Dalam keadaan mendesak, Kementerian ATR/BPN harus mencabut status HGB tersebut demi kepentingan umum sebagaimana yang tercantum pada pasal 9 Undang Undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas tanah dan benda di atasnya.
Kedua, mendesak Menteri ATR dan BPN untuk segera mendistribusikan tanah, modal kerja, penyedian fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk petani di 10 Desa, 4 Kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat tersebut sesuai dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai wujud pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945.
Ketiga, mendesak Kapolri segera mengeluarkan surat jaminan keamanan dan keselamatan pihak-pihak yang mendapat intimidasi dari pihak perusahaan. Kemudian, memastikan peristiwa serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Sebagai perwujudan dari upaya perlindungan dan penghromatan HAM terhadap warga negara
Terakhir, mendesak pemerintah menjalankan reforma agraria, penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria, terutama tanah untuk kepentingan petani, buruh tani, dan rakyat kecil atau golongan ekonomi lemah pada umumnyadengan kerangka hukum UU PA 1960.
Laporan: Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby