Politisi Hanura Gede Pasek Suardika (Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Politik dari Garuda Nasional (GN) Center Andrianto SIP menilai konflik internal partai politik (Parpol) akan menjadi fenomena yang mengkhawatirkan bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Karenanya, sambung dia, perlu adanya revisi terhadap peraturan perundang-undangan mengenai pemberian legitimasi Parpol tidak lagi menjadi ranah eksekutif.

“Pelajaran dari ini (konflik internal) harus ada konsideran baru (perubahan UU) bahwa yang memberi legitimasi tidak lagi di wilayah eksekutif yang rawan kepentingan. Melainkan, seperti di negara barat yang memberi surat keputusan (SK) adalah domain mahkamah agung (MA),” kata Andrianto kepada aktual.com, di Jakarta, Jumat (19/1).

Menurut dia, konflik internal Parpol yang berujung pasa dualisme kepengurusan tidak serta merta terjadi tanpa ikut campurnya pemerintah didalamnya. Seperti konflik internal PPP maupun Hanura yang saat ini sedang terjadi.

“Waktu tersisa tinggal hitungan bulan bila konflik Hanura dan PPP tidak juga terselesaikan, otomatis tidak ikut Pemilu 2019. Jikapun ikut sulit bayangkan rakyat akan memilih?, bagaimana urus rakyat urus Parpolnya saja tidak selesai dari berkonflik,” sebut dia.

Oleh karena itu, ia mengingatkan agar Presiden Jokowi mengambil posisi sebagai kepala negara untuk merekonstruksi konflik yang terjadi secara hukum dan keadilan.

“Saatnya Jokowi ambil posisi sebagai kepala negara merekonstruksi supaya konflik bisa terselasaikan dengan baik, secara hukum dan berkeadilan, bukankah ini tamparan untuk Jokowi bila Hanura dan PPP terkubur di era nya,” pungkas Andrianto.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang