Jakarta, Aktual.com – Konsep holding yang ditawarkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno dirasa semakin membuat tata kelola BUMN semakin serampangan dan menyimpang dari semangat awal mula pembentukannya Kementerian tersebut.

Ketua Dewan Pakar KAHMI Nasional, Laode Masihu Kamaluddin yang juga merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam membidani hingga lahirnya Kementerian BUMN menceritakan, bahwa memang pembentukan Kementerian itu bertujuan mendorong holding, tapi holding yang dimaksud bukan ‘holding sempit’ seperti apa yang dipikirkan oleh Menteri Rini.

“Holding adalah memang cita-cita dibemtuknya Kementerian BUMN, BUMN yang ada semestinya didorong untuk mandiri kemudian menjadi pengerak perekinonian Indonseia dalam rangka membangun peradaban bangsa. Tapi kini tidak ada design road map untuk itu, pandangan holding Menteri BUMN terlalu sempit,” Katanya di KAHMI Center Jakarta, Kamis (16/6).

Dia mengamati holding energi melalui penggabungan PT PGN kedalam Pertamina tidak lain hanya sebatas konsolidasi aset, revenue dan profit, untuk pencarian hutang yang tentu akan memjadi beban bagi Pertamina dan semakin menjauh dari cita-cita kemandirian.

“Esensi dari holding itu adalah memandirikan perusahaan hingga dia bisa jalan sendiri, kalau hanya mengejar revenue maka itu bukan holding. Covernya holding tetapi prilakunya bukan holding,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka