Jakarta, Aktual.com – Konsep Parlemen Modern yang ditetapkan sebagai rencana strategis DPR periode 2014-2019 dianggap hanya sebagai jargon. Sebab, hingga saat ini implementasi konsep tersebut dianggap tidak berjalan.

Demikian hasil analisa Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) untuk Undang-Undang (UU) MD3, yang dipaparkan dalam sebuah diskusi di Seknas Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra), Jakarta, Minggu (28/8).

“Salah satu indikator konsep Parlemen Modern adalah penguatan transparansi dan penggunaan teknologi informasi. Tampaknya, parlemen modern masih sebatas jargon, impelementasi diragukan,” kata Direktur Indonesian Parliamentary Centre (IPC), Ahmad Hanafi.

Menurut KMS UU MD3 ada 3 temuan yang dianggap sebagai bukti buruknya implementasi konsep Parlemen Modern. Pertama, belum mampunya DPR mendukung permintaan publik soal transparansi informasi.

Kedua, tidak adanya sosialisasi mengenai proses legislasi yang terjadi di DPR. Terakhir adalah terbukanya konflik kepentingan antara proses legislasi dengan anggota DPR.

“Pembahasan mengenai Rancangan UU Mineral dan Batubara misalnya. Pembahasan RUU Minerba jadi yang paling tertutup. Bisnis minerba menjadi hal krusial, kita tahu banyak anggota DPR melakukan bisnis tambang,” papar Hendrik Kusdinar dari Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (Yappika).

Untuk diketahui, ada beberapa organisasi yang terangkum dalam KMS UU MD3. Selain IPC dan Yappika, organisasi ini juga diisi oleh orang-orang diantaranya dari Indonesia Corruption Watch, Fitra dan Koalisi Pemantau Legislatif (Kopel).

Analisa terhadap transparansi informasi DPR dilakukan dalam rangka memperingati ulang tahun DPR ke-71 yang jatuh pada 29 Agustus 2016. (M. Zhacky)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka