Jakarta, Aktual.com – Undang Undang Dasar 1945 telah menjamin hak pendidikan setiap warga negara sekurang-kurangnya 12 tahun. Karenanya, program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diluncurkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) patut dipertanyakan kegunaannya.
Hal itu seperti diungkapkan politikus Partai Gerindra Rahayu Saraswati dalam Foreign Media Briefing ‘Pemuda dan Ketenagakerjaan’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Kamis (28/2). 
Perempuan yang akrab disapa Sara ini mengatakan, menjadi pertanyaan besar mengapa pemerintahan Jokowi rajin bagi-bagi KIP. Dia khawatir, bagi-bagi kartu sakti merupakan bagian dari proyek pencitraan politik yang dilakukan oleh rezim.
“Hak pendidikan sudah bagian dari konstitusi kita. Itu harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Kita seharusnya tidak usah membagi-bagikan kartu. Maka kebijakan itu menjadi suatu pertanyaan besar yang harus segera dijawab dan harus diubah,” kata Sara.
Dalam kesempatan itu, Sara juga mengkritisi keberadaan pendidikan vokasi (SMK) yang selama ini gencar digemborkan Jokowi. Menurutnya, pendidikan vokasi yang ada saat ini salah arah lantaran tidak cocok dengan kebutuhan pasar tenaga kerja Tanah Air.
“Sekarang pendidikan vokasi lebih merujuk ke arah industri yang belum siap menerima tenaga kerja. Kami perlu memastikan adanya kesinambungan dan kecocokan antara industri dan pendidikan vokasi,” ungkap Sara. 
Menurut Anggota Komisi VIII DPR ini, pendidikan vokasi harus dibangun sesuai kebutuhan ekonomi lokal. Namun, penyesuaian ini belum menjadi fokus pemerintahan saat ini.
“Apabila SMK tersebut dibangun di daerah dengan mesin ekonomi pertanian atau peternakan, maka seharusnya ada lebih banyak pendidikan vokasi mengenai pertanian dan peternakan.” 
“Jangan mendirikan sekolah montir atau industri otomotif di area dengan potensi tani dan ternak yang tinggi. Sehingga bisa menarik petani dan peternak muda bekerja di daerahnya sendiri daripada meninggalkan kampungnya dan mencari kerja di kota,” ucap Sara.

Artikel ini ditulis oleh: