Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Pangabean memaparkan seputar outlook ekonomi 2017 dengan tema "Tantangan Pasar Finansial" di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Kamis (22/12/2016). Perekonomian Indonesia tahun depan diprediksi masih akan menemui tantangan dari sisi eksternal. Meski demikian indikasi perbaikan dari sisi domestik menjadi kunci terbukanya ruang pertumbuhan pertumbuhan perekonomian Indonesia ke depan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Institute of Development for Economic and Finance (INDEF) melihat seiring merosotnya daya beli masyarakat di kuartal IV-2016 ini membuat pertumbuhan ekonomi di akhir tahun ini tak akan mampu melewati 5 persen.

Pasalnya, momen natal dan tahun baru yang semula diprediksi bakal diandalkan ternyata daya beli masyarakat sangat rendah, sehingga tak bisa menunjang pertumbuhan.

“Sampai akhir tahun 2016 ini, sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan 5 persen. Karena ternyata kenaikan konsumsi natal dan tahun baru kurang signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” tandas ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, di Jakarta, Selasa (27/12).

Menurutnya, Pencapaian 5 persen lebih baik dari tahun lalu yang mencapai 4,79 persen. Namun demikian, kata dia, dibanding dengan pencapaian kuartal sebelumnya, kuartal IV ini dirasa lebih rendah. Padahal semestinya, pertumbuhan kuartal IV harusnya lebih tinggi dari kuartal-kuartal sebelumnya.

“Sepanjang tahun ini, di kuartal I-2016 sebesar 4,92 peren, kuartal II 5,18 persen, di kuartal III sebesar 5,02 persen, dan kuartal IV diprediksi lebih rendah dari 5 persen. Sehingga secara akumulasi di tahun 2016 tak akan capai 5 persen,” ungkap dia.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang cenderung terus menurun itu ternyata karena tidak adanya sumber pertumbuhan baru.

“Apalagi dari sisi lapangan usaha sektor industri di kuartal lalu melesu. Sehingga saat ini serapan tenaga kerja juga rendah, berdampak ke daya beli yang menurun. Makanya dorongan konsumsi natal tahun baru yang semula diekpektasi tinggi nyatanya rendah,” tandas dia.

Hal senada diungkapkan ekonom CORE Indonesia Ahmad Akbar Susamto. Konsumsi swasta memang masih menjadi pendoring pertumbuhan tahun yang hanya akan tercapai kurang dari 5 persen.

“Namun trennya terus menurun karena daya beli masih melemah terutama kalangan menengah bawah, ditambah masih tingginya suku bunga kredit konsumsi membuat pertumbuhan konsumsi relatif stagnan,” papar Akbar.

Menurut Akbar, di sektor pertanian yang selama ini menyumbang 32 persen tenaga kerja domestik ternyata kian merendah. Hal ini dibuktikan dengan Nikau Tukar Petani yang per November 2016 lalu berada di angka 101,31, turun dibanding Januari 2016 yang mencapai 102,55.

“Apalagi belanja pemerintah juga tak tak bisa menolong pertumbuhan tahun ini. Rendahnya penerimaan negara dan penyerapan yang kurang optimal di awal tahun membuat pertumbuhan konsumsi pemerintah lebih lambat dari tahun sebelumnya,” jelas dia.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka