Jakarta, Aktual.com – Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid mengungkapkan pemberian izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) semakin berkembang di masyarakat. Bahkan tidak sedikit yang menghakimi seolah pemerintah melunak ataupun dipecundangi Freeport.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai jawaban staf khusus Menteri ESDM sedikit berbeda dengan rilis Sekjen Kementerian ESDM pada tanggal 4 April 2017 bahwa perundingan mengacu UU Minerba nomor 4 tahun 2009, sesungguhnya proses renegosiasi sudah tertutup bagi PTFI sesuai pasal 169 ayat b proses renegosiasi hanya satu tahun sejak diberlakukan UU Minerba .

“Soal status PTFI menjadi rumit dan kompleks. Mereka tidak mempunyai itikad baik terhadap UU minerba dan diperparah oleh sikap tidak konsisten pejabat terkait yang bertanggung di sektor minerba,” ujar Yusri Usman kepada Aktual di Jakarta, Kamis (6/4).

Menurutnya, proses pemberian status IUPK tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Minerba. Sebelum perubahan status tersebut, wilayah PTFI harus masuk dalam Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang harus disetujui oleh DPR dan diprioritas untuk BUMN tambang.

“Lebih anehnya lagi, Pemerintah berpikir bahwa perubahan status Kontrak Karya (KK) ke IUPK adalah solusi kepada Freeport untuk tetap bisa mengekspor konsentrat. Padahal sudah jelas disebut secara tegas pada pasal 102 dan 103 UU Minerba “Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri, sehingga semua ketenuan dalam PP Nomor 1 tahun 2017 dan Permen ESDM nomor 5 dan 6 tahun 2017 tidak boleh bertentangan dengan isi pasal UU Minerba,” terangnya.

Apalagi, lanjutnya, soal ketentuan pasal 102 dan 103 sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2012 telah menolak upaya relaksasi mineral untuk bisa tetap di ekspor dengan alasan ekonomi masyarakat dan menyerap banyak tenaga kerja.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka