Jakarta, aktual.com – Peneliti hukum dan hak asasi manusia dari Kontras, Rivanlee Anandar, berpendapat debat putaran pertama untuk pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 tak ubahnya menyerupai debat untuk pemilihan ketua organisasi intra sekolah (Osis).
“Debat capres pertama yang nanti akan diselenggarakan tak ubahnya seperti debat pemilihan ketua Osis, malah pemilihan ketua Osis saja tidak dibatasi sedemikian rupa,” ujar Rivanlee di Kantor Kontras Jakarta, Jumat (11/1).
Pembahasan mengenai hukum dan HAM yang dibatasi dalam debat capres dan cawapres putaran pertama itu dinilai Rivanlee semata-mata untuk mencegah perasaan dipermalukan.
“Kalau kisi-kisi pertanyaan sudah diberikan jauh sebelum debat berlangsung, dan adanya pembatasan itu seperti memberi kesan para paslon tidak siap dan takut dipermalukan,” tambah Rivanlee.
Menurut dia, bila pasangan calon pada dasarnya mengetahui atau memahami isu secara komprehensif maka kisi-kisi pertanyaan tidak perlu diberikan.
Rivanlee kemudian mengatakan kesepakatan kedua pasangan calon untuk membatasi pembahasan atas kasus dalam debat capres putaran pertama ini menandakan kedua pasangan calon tidak memiliki perhatian lebih terhadap isu HAM.
“Dengan dibatasinya pertanyaan dan adanya kesepakatan dalam debat ini, bisa jadi isu krusial seperti HAM dan korupsi tidak akan disentuh dalam debat-debat selanjutnya,” jelas Rivanlee.
Dari pantauan Kontras, sejak penetapan pasangan calon, terlihat kubu Joko Widodo hanya tiga kali membahas masalah HAM dan kubu Prabowo hanya satu kali membahas.
“Kurangnya perhatian paslon pada isu HAM juga tampak ketika terjadi represifitas terhadap kaum Ahmadiyah di Banten kedua paslon justru lebih terfokus pada format debat,” tukas Rivanlee.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin