Jakarta, Aktual.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai banyak pelanggaran hak asasi manusia dalam penangkapan Siyono oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
“Keluarga sama sekali tidak mendapatkan surat perintah dalam penangkapan dan penggeledahan terhadap Siyono. Surat itu cukup fundamental karena penangkapan Siyono bukan operasi tangkap tangan,” kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/4).
Putri mengatakan keluarga juga tidak tahu Siyono dibawa ke mana setelah ditangkap. Keluarga baru tahu kabar Siyono setelah akhirnya dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia.
Keluarga juga tidak diberitahu atau pun diberikan visum yang dilakukan terhadap jenazah Siyono sehingga mereka tidak tahu apa penyebab kematiannya.
“Keluarga melihat jenazah Siyono terdapat luka memar pada pipi, mata lebam, kuku jari kaki yang hampir patah dan darah dari belakang kepala” tuturnya.
Putri mengatakan seluruh proses yang dilakukan terhadap Siyono telah melanggar hak asasi manusia. Sebagai negara hukum, Indonesia menganut asas praduga tidak bersalah dan siapa pun memiliki hak yang sama di depan hukum.
“Apa penyebab Siyono meninggal? Baru menjadi terduga teroris tetapi sudah mendapatkan perlakuan buruk,” ujarnya.
Putri mengatakan pemerintah perlu mengaudit kinerja Densus 88 dan melakukan investigasi penyebab kematian Siyono. Apalagi, kejadian yang menimpa Siyono itu bukan yang pertama kali.
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siyono merupakan orang ke-121 yang tewas sebagai terduga teroris tanpa menjalani proses hukum sejak Densus 88 dibentuk.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka