Sejumlah polisi menghalau massa pengunjuk rasa dalam simulasi pengamanan Pilkada 2015 di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jateng, Jumat (31/7). Polres Semarang mengerahkan 800 personilnya untuk mengamankan seluruh tahapan Pilkada 2015 setempat. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Rei/ama/15.

Jakarta, Aktual.com — Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi Demokrasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menegaskan bahwa kepolisian harus hadir sebagai pihak yang membela hak masyarakat.

Hal ini menanggapi tindak kekerasan yang dialami oleh masyarakat Papua yang berunjuk rasa di Jakarta maupun Papua beberapa hari lalu.

“Polisi harus hadir sebagai polisi masyarakat dan polisi yang membela hak-hak masyarakat, kalau polisi tidak mampu membela hak-hak masyarakat yasudah kita ganti saja dengan pramuka. Pramuka jelas tidak membawa senjata tidak membuat teror, membantu bahkan. Ganti saja dengan pramuka,” katanya saat diwawancarai oleh Aktual.com Kamis (3/12).

Menurutnya, hal itu dikarenakan tindakan kepolisian yang semakin represif setiap harinya. Seperti penangkapan sewenang-wenang dan kejadian salah tangkap yang tidak dilanjutkan dengan pemulihan hak-hak publik dan permintaan maaf kepada korban salah tangkap.

Sementara, Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Jefri Wenda mengatakan, keberadaan polisi menimbulkan traumatik akibat dari rentetan pelanggaran yang TNI/Polri lakukan di tanah Papua.

“Kita merasa trauma dengan keberadaan TNI dan Polri yang berada di sana. Kami minta penarikkan TNI/Polri yang organik maupun yang non organik yang ini tidak terlepas dari rentetan kejadian pelanggaran HAM yang pernah terjadi sejak tahun 1961 hingga saat ini. Jadi tuntutan kami bagaimana TNI/Polri bisa ditarik dan teman-teman bisa menentukan nasib sendiri tanpa intimidasi teror dan yang lain-lain,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: