Jakarta, Aktual.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut upaya penegakan hak azasi manusia selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, mengalami kemunduran dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Feri Kusuma dalam media briefing memperingati Hari HAM Sedunia yang jatuh setiap 10 Desember mengatakan, kemunduran tersebut dapat dilihat dari belum terealisasinya janji Presiden Jokowi yang disampaikan pada saat kampanye pemilihan presiden 2014 yang juga sudah ia tuangkan dalam Nawacita.

“Tetapi kenyataannya sebaliknya, banyak aktor yang diindikasi bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran HAM berat justru kini menduduki jabatan dalam pemerintahan,” ujar Feri di Jakarta, Minggu (10/12).

Sementara saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, setidaknya dibuka ruang dimana presiden mengundang dan berdiskusi dengan para korban pelanggaran HAM berat di istana, meskipun dalam tataran pelaksanaan langkah-langkah penyelesaian kasus masih mandek.

Presiden Jokowi secara tersurat dalam RPJMN 2015-2019 menyampaikan niat membentuk komite ad hoc yang tugasnya mirip Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, namun hingga kini belum ada pembahasan apa pun terkait rencana tersebut maupun upaya untuk memanggil para korban untuk mendiskusikan langkah apa yang sebaiknya ditempuh.

“Saya dan teman-teman pegiat HAM sudah berulang kali datang ke Kantor Staf Presiden dan Sekretaris Kabinet untuk memberikan berkas-berkas dan menyampaikan argumentasi terkait penyelesaian kasus-kasus ini, tetapi sampai sekarang tidak ada respons dari Presiden,” kata Feri.

Dalam dua tahun ke depan, Feri meragukan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu akan masuk ke “radar” Presiden Jokowi mengingat 2018 dan 2019 adalah tahun politik untuk pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden.

Ia khawatir bahwa isu HAM hanya akan digunakan sebagai komoditas politik semata tanpa ada langkah penyelesaian yang riil.

“Kami selalu menekankan ke Presiden agar memberi instruksi tegas kepada Kejaksaan Agung untuk menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM. Ya setidaknya beberapa kasus dahulu seperti peristiwa Wasior, Wamena yang juga sudah disebut-sebut dalam Universal Periodical Review Dewan HAM PBB Mei lalu. Tetapi langkah itu pun belum dilakukan,” ujar Feri.

Dalam kesempatan terpisah, Presiden Jokowi mengakui masih banyak pekerjaan rumah dalam hal penegakan HAM yang belum tuntas dilakukan pemerintah.

“Saya menyadari masih banyak pekerjaan besar, pekerjaan rumah perihal penegakan HAM yang belum bisa tuntas diselesaikan, termasuk di dalamnya pelanggaran HAM,” kata Presiden dalam acara peringatan Hari HAM Sedunia ke-69 di Solo, Jawa Tengah, Minggu.

Beberapa kasus pelanggaran HAM yang masih belum terselesaikan, katanya, misalnya penembakan misterius 1982-1985, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.

“Hal ini membutuhkan kerja kita semuanya, kerja bersama antara pemerintah pusat dan daerah dan seluruh komponen masyarakat dan dengan kerja bersama kita hadirkan keadilan HAM, kita hadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia,” ujar Presiden.

Secara khusus Presiden Jokowi menyampaikan apresiasi atas upaya Komnas HAM dan para aktivis HAM yang tidak henti memperjuangkan rasa keadilan masyarakat, serta para kepala daerah yang telah mengembangkan daerah berwawasan HAM (human right cities).

“Selamat hari HAM sedunia dan selamat bekerja bersama untuk membangun fondasi HAM yang kokoh untuk Indonesia yang adil untuk Indonesia yang makmur untuk Indonesia yang sejahtera,” kata Presiden.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: