Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam pembukaan acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 menekankan pentingnya peran industri jasa keuangan dan ekonomi syariah dalam pembangunan nasional.
Selain itu, industri keuangan syariah juga harus berperan besar dalam mendorong tingkat pemerataan serta mengentaskan kemiskinan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat kecil.
“Prinsip keuangan Islam merupakan prinsip yang tepat untuk mewujudkan financial inclusion dan mampu mendorong tingkat pemerataan dalam meningkatkan pertumbuhan nasional serta kesejahteraan bersama,” katanya dalam acara pembukaan ISEF di Surabaya, beberapa waktu lalu.
Hal itu patut disadari karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi m Muslim terbesar di dunia, namun kontribusi keuangan syariah belum sepenuhnya memadai dalam mendukung kinerja perekonomian dan mengatasi masalah kesenjangan.
Padahal industri keuangan syariah yang berkembang di Indonesia sejak 1990-an, makin bertumbuh pesat dengan lahirnya berbagai unit usaha dan jumlah nasabahnya saat ini telah tercatat mencapai 18 juta rekening.
Menurut Bambang, pemerintah telah memberikan perhatian terhadap pengembangan ekonomi syariah, antara lain dengan menyalurkan gaji PNS dan Polri melalui bank syariah, menerbitkan obligasi syariah untuk portfolio industri keuangan syariah serta meluncurkan Sukuk Ritel untuk memancing investasi masyarakat terhadap produk syariah yang aman dan menguntungkan.
“Pemerintah juga menjalin beberapa kerja sama dengan dunia internasional, salah satunya dengan Islamic Development Bank (IDB), yang merupakan mitra pembangunan Indonesia dalam hal permodalan dan pembiayaan produktif, investasi infrastruktur sosial ekonomi serta melakukan penelitian atas kegiatan ekonomi syariah,” tambahnya.
Bank Indonesia (BI) pun menyiapkan empat langkah untuk mendukung percepatan pengembangan ekonomi syariah, agar produknya makin diminati oleh masyarakat dan bisa memberikan kontribusi terhadap kinerja perekonomian nasional.
“Kita harus melakukan langkah-langkah kolektif yang bisa mendukung ekonomi dan keuangan syariah untuk berkembang dan menjadi pilar global,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Perry menyampaikan langkah-langkah tersebut antara lain menyiapkan regulasi dan kebijakan yang mendukung keuangan dan ekonomi syariah serta meningkatkan pengetahuan mengenai ekonomi dan keuangan syariah bagi perbankan, pelaku usaha dan sektor riil.
“Perlu ada regulasi yang pro ekonomi keuangan syariah dan perlu ada edukasi untuk menutup knowledge gap bagi ekonomi syariah. Mari bersama-sama menutup gap ini untuk mengembangkan ekonomi syariah,” katanya.
Selain itu, langkah lainnya adalah menyiapkan model-model pembiayaan ekonomi dan keuangan syariah serta menyelenggarakan berbagai inisiatif internasional seperti core principles zakat dan wakaf yang akan diluncurkan pada tahun 2015.
Perry menambahkan model bisnis ekonomi dan keuangan syariah yang berbasis komunitas merupakan model yang tepat dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), termasuk untuk menangkal penetrasi UMKM dari luar yang semakin besar dengan adanya liberalisasi ASEAN.
“Ini merupakan tren baru model business, tidak hanya untuk ekonomi syariah tapi juga di Indonesia. Pengembangan itu bisa mendukung UKM ekonomi syariah yang basisnya komunitas dari pesantren atau LSM yang berkomitmen memuat kolektif modal usaha,” katanya.
Suara Dunia Usaha Salah satu upaya agar industri keuangan syariah makin berkembang adalah dengan mendorong keterlibatan pelaku perbankan syariah terutama dalam dunia usaha, dengan alasan para pengusaha merupakan salah satu tulang punggung perekonomian.
Ketua Bisnis Muslim Indonesia Misbahul Huda mengusulkan para pelaku perbankan syariah bisa meraih peluang untuk lebih berkembang dan mendukung kinerja perekonomian nasional, dengan menggandeng para pengusaha muda.
“Harapan pengusaha, bank syariah bisa membaca kecenderungan terus meluasnya gerakan berbisnis tanpa riba, yang diminati pengusaha muda,” katanya dalam seminar “Edukasi Keuangan Syariah untuk Pengusaha”.
Misbahul mengatakan dalam situasi ketidakpastian yang terjadi karena krisis, peluang ekonomi syariah untuk dikenal masyarakat sangat besar karena memilki kesempatan untuk berinovasi dengan wirausahawan muda.
“Perbankan syariah bisa berkreasi dengan melahirkan inovasi syariah unggulan, terutama pada situasi krisis seperti sekarang,” kata Direktur Utama Energi Agro Nusantara itu.
Misbahul menilai perbankan syariah bisa makin maju karena pengusaha telah mendukung keterlibatan ekonomi syariah dalam meningkatkan kinerja perekonomian nasional, namun implementasinya masih menimbulkan sejumlah catatan.
Salah satunya adalah pelaksanaan transaksi syariah yang masih abu-abu, karena sistem bagi hasil yang tidak jauh berbeda dengan riba serta para Dewan Pengawas Syariah yang belum memahami sepenuhnya konsep ekonomi syariah.
“Kontrol dan wewenang Dewan Pengawas Syariah kurang kuat dan kurang memiliki akses kepada masyarakat, sehingga Dewan Pengawas Syariah terkesan hanya formalitas, kompetensi ilmunya diragukan,” tutur Misbahul.
Keluhan lainnya adalah pelayanan perbankan syariah belum sepenuhnya memuaskan, tidak profesional serta prosedurnya berbelit, dan sumber daya manusianya masih memiliki pola pikir seperti pelaku bank konvensional.
“Inilah yang membuat visi bank syariah dipersoalkan. Mau mengejar keuntungan atau idealisme menjalankan ekonomi syariah? Pemakluman terjadi karena konsep ekonomi syariah memang dalam proses, tapi kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi,” ujar Misbahul.
Untuk itu, ia mengharapkan adanya harmonisasi kebijakan fiskal pemerintah dengan jasa keuangan syariah dengan tetap menjaga suasana perekonomian yang kondusif serta edukasi pemahaman masyarakat tentang produk lembaga keuangan syariah melalui komunitas dan asosiasi pengusaha.
“Semua itu harus dilakukan untuk menghasilkan pelayanan maupun produk syariah yang benar-benar syari,” kata Chairman Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia ini.
Pada 2015, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia hanya tercatat sebesar 4,61 persen. Pertumbuhan dua sektor utama industri keuangan syariah yaitu pasar modal meningkat dari -1,57 persen menjadi 3,09 persen, sementara perbankan menurun dari 13 persen menjadi hanya sembilan persen.
Sejalan dengan pelambatan ekonomi nasional, pertumbuhan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan syariah pada Semester I-2015 tercatat masing-masing sebesar sembilan persen, 7,29 persen dan 6,66 persen. Padahal pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan pada Semester II-2014 masing-masing mencapai 13 persen, 11,41 persen dan 8,76 persen.
Dengan statistik tersebut, masih ada peluang bagi ekonomi syariah terutama dari sektor perbankan untuk makin berkembang. Namun, para pemangku kepentingan terkait termasuk pemerintah daerah harus terus bersinergi agar ekonomi syariah berkontribusi pada pembangunan.
Saat ini, satu-satunya kendala hanyalah niat dan implementasi dari berbagai rencana untuk memajukan industri ekonomi syariah di Indonesia. Dengan potensinya yang besar, peluang ekonomi syariah untuk menyejahterakan masyarakat juga tidaklah kecil. Dan, kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?
Artikel ini ditulis oleh: