Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis dan Mantan Juru Bicara Presiden Abdurahman Wahid, Adhie Massardi saat dialog kisruh Freeport dengan tema: Pembegal UUD dan UU Minerba Vs Papa Minta Saham di Warung E Komando, Jakarta, Minggu (6/12). Kisruh Freeport adalah perang yang diciptakan CIA (badan intelijen Amerika). Akibatnya semua anak bangsa yang menjadi korban karena saling berhadap-hadapan. Freeport ingin mempertahankan operasinya di Papua. Perusahaan asal Amerika ini memang berharap operasinya di Papua bisa diperpanjang setelah kontrak berakhir 2021. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com-Tambahan kontribusi yang dibebankan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kepada pengembang reklamasi Teluk Jakarta sama saja dengan pungutan liar (pungli).

Begitu pendapat ahli hukum tata negara Margarito Kamis. Sebab, ia melihat tidak ada aturan yang mengatur tentang tambahan kontribusi.

“Kontribusi tambahan tidak ada dasar hukumnya. Tapi mungkin karena itu disebut kontribusi maka bukan pungli. Padahal, pungli itu ada karena ada pengenaan biaya yang tidak ada dasar hukumnya,” papar Margarito saat diminta menanggapi, Minggu (23/10).

Kata Margarito, jangan karena nilainya besar dan diketahui masyarakat, tambahan kontribusi ini dilegalkan. Menurutnya, salah satu indikator pungli ialah pungutan pemerintah yang tidak ada dasar hukum.

“Apa karena nilainya luar biasa besar jadi sah? Itu dasar hukumnya apa? Apa bukan pungli?” ketusnya.

Beberapa pengembang reklamasi Teluk Jakarta dibebankan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari formulasi NJOP tanah hasil reklamasi. Ahok sendiri menyadari bahwa tidak ada dasar hukum yang membentengi tambahan kontribusi.

Maka dari itu, dia sebut kalau tambahan kontribusi ditarik dari beberapa pengembang atas dasar hak diskresinya sebagai penyelenggara negara.

*M. Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh: