Jakarta, Aktual.com — Manasik Haji menjadi salah satu rangkaian penting dalam penyelenggaraan ibadah Haji. Melalui manasik, calon jemaah Haji diberi pemahaman, teori dan praktek, terkait tata cara beribadah Haji yang baik dan benar.
Berharap agar para jemaah Haji bisa memperoleh pemahaman yang cukup dan mandiri dalam beribadah di Tanah Suci nanti, manasik akan diprogramkan sebanyak sepuluh kali, yaitu tujuh kali oleh KUA Kecamatan dan tiga kali oleh Kankemeng Kabupatenn/Kota.
Namun sayangnya, karena efisiensi anggaran manasik Haji pada penyelenggaraan ibadah Haji 1436H/2015M disepakati bersama DPR hanya diberlakukan enam kali, yaitu empat kali oleh KUA dan dua kali oleh Kankemenag Kabupaten/Kota.
“Manasik Haji di KUA tahun lalu dikurangi menjadi hanya empat. Padahal itu bermaksud agar jemaah mandiri, minimal 10 kali sehingga prakteknya bisa terlaksana secara baik. Bagaimana ini Pak?,” demikian pertanyaan sekaligus harapan yang disampaikan oleh Wakil KUA Kecamatan Andong Boyolali dalam kesempatan berdialog dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Universitas Muhammadiyah Surakarta, baru-baru ini.
Lukman Hakim menyadari, bahwa pentingnya manasik yang dilakukan lebih intensif, minimal sama dengan tahun 2014 dan tahun 2015 lalu yang dilakukan sebanyak 10 kali. Menag mengakui, bahwa pada tahun 2015 karena alasan efisiensi, jumlah manasik dikurangi.
“Hasil evaluasi kami, ternyata banyak yang mengeluhkan ini sehingga harus ditambah. Tahun 2016, kami telah menyampaikan usulan ke DPR agar jumlah manasik kembali menjadi 10 kali lagi. Mudah-mudahan DPR menyetujuinya,” jelas Menag.
Selain masalah ibadah, Menag berharap manasik nantinya juga diisi dengan pengenalan terhadap kultur, budaya, dan tradisi masyarakat Arab Saudi. Termasuk juga mengenai perbedaan antara cuaca di Tanah Air dengan di Tanah Suci.
“Jadi ilmu hidup di negara orang perlu juga dipahami oleh jemaah Haji kita yang 34 persen masih lulusan SD,” tutur Menag.
Manasik seperti ini penting, lanjut Menag, karena karakteristik jemaah Haji Indonesia sangat khas.
“98,45 persen jemaah Haji Indonesia adalah mereka yang belum pernah berhaji. Bahkan dari jumlah itu, lebih dari 60 persen dari mereka belum pernah ke luar negeri,” jelas Menag.
Selain itu, 25,31 persen jemaah haji Indonesia berusia di atas 60 tahun. 34 persen dari mereka juga hanya lulusan SD, dan lebih dari 10 persen hanya menguasai bahasa daerah.
“Jangankan bahasa asing, Bahasa Indonesia saja mereka tidak cukup ‘familiar’,” tutur ia menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: