Jakarta, Aktual.com — Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menyoroti empat rekomendasi DPRD DKI atas Laporan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur DKI Tahun 2015. KOPEL Indonesia menilai DPRD DKI lemah, sebab dari banyaknya masalah yang ada di DKI, DPRD hanya ‘mampu’ memberikan empat rekomendasi.
“Jika DPRD hanya sekedar mempertanyakan empat masalah kepada Pemerintah DKI, maka sesungguhnya fungsi pengawasan DPRD selama ini juga tidak berjalan,” terang Direktur KOPEL Indonesia Syamsuddin Haris, kepada Aktual.com, Senin (2/5).
Dalam tanggapannya, kata dia, tidak ada satupun yang menjelaskan tentang hasil capaian kinerja Gubernur berdasarkan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2015. Dimana pada akhir tahun anggaran 2015, DPRD harusnya sudah memiliki catatan record tentang capaian kinerja pembangunan tahun 2015 berdasaran apa yang direncanaan Pemerintah DKI di awal tahun anggaran.
Dalam catatan KOPEL, beberapa hal yang seharusnya menjadi rekomendasi DPRD atas LKPJ Gubernur DKI setelah pembahasannya di DPRD, antara lain capaian-capaian yang telah diperoleh Pemerintah DKI selama tahun 2015. Berikut kendala program dan evaluasi yang telah dilakukan DPRD tersebut seperti apa.
Misalnya kinerja SKPD yang diamanahkan untuk meraup PAD tahun anggaran 2015 tidak tercapai dari yang ditargetkan atau hanya dalam kisaran 88,74 persen. Demikian pula dengan total pendapatan yang hanya 78 persen dari yang ditargetkan atau sebesar Rp 44,21 triliun.
Patut dipahami bahwa APBD 2015 adalah Pergub yang diterbitkan oleh Gubernur DKI karena tahun anggaran 2015 tidak mencapai kesepakatan soal APBD dengan DPRD, sehingga kembali berlaku APBD sebelumnya yakni tahun anggaran 2014. Itu artinya bahwa target capaian tersebut adalah asumsi-asumsi yang dibangun di tahun 2013.
“Mengapa kemudian 2 tahun berikutnya asumsi-asumsi tersebut tidak bisa dicapai, apa penyebabnya, dan harusnya Pemerintah DKI menempuh langkah-langkah strategis untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak daerah demikian pula retribusi dan sumber-sumber pendapatan daerah lainnya,” beber Syam, sapaannya.
Sementara realisasi belanja daerah TA 2015 hanya Rp43,037 triliun atau hanya 72,11 persen. Dari total belanja tersebut, hanya 60,82 persen realisasi belanja langsung yang punya dampak langsung terhadap pembangunan.
“Mengapa realisasi anggarannya begitu rendah? DPRD seharusnya mengejar sejauh mana kinerja Pemerintah DKI dengan menyasar SKPD yang rendah serapan anggarannya dan gubernur yang tidak punya kemampuan untuk menggenjot SKPD tersebut berkinerja baik,” jelasnya.
Padahal, lanjut dia, dalam APBD telah disiapkan tunjangan insentif kinerja bagi pegawai di lingkup DKI.
Selanjutnya juga mengenai mandat yang diberikan kepada Gubernur, yakni capaian dalam RPJMD yang harus terealisasi. Dimana dalam setiap tahun ada target yang diamanahkan sesuai dengan janji tersebut yang dituangkan dalam RKPD.
Hal tersebut seharusnya menjadi pertanyaan DPRD dalam pembahasan LKPJ Gubernur DKI Jakarta. Misalnya presentase penduduk miskin pada kondisi kinerja awal periode RPJMD (tahun 2012) adalah 3,69 persen. Target tahun 2013 3,63-3,65 persen, tapi realisasinya malah penduduk miskin bertambah menjadi 3,72 persen.
Tahun 2014 penduduk miskin diharapkan menurun sebesar 3,57- 3,61 persen, tapi realisasinya malah meningkat sebesar 4,09 persen. Demikian pula target penurunan masyarakat miskin tahun 2015 adalah 3,52- 3,56 persen tapi realisasinya 3,61 persen.
“DPRD seharusnya melakukan evaluasi kinerja atas apa sebenarnya yang sudah tercapai dan apa yang belum tercapai terhadap apa yang sebelumnya telah direncanakan Pemerintah DKI,” demikian Syam.
Artikel ini ditulis oleh: